Sejak bergulirnya era otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan pun mengalami perubahan paradigma. Yang semula berorientasi pada birokrasi dan profit, bergeser ke arah orientasi pelayanan kepada pelanggan. Semua lini birokrasi ditempatkan sebagai lembaga pelayanan publik, dan masyarakat diposisikan sebagai pengguna layanan atau pelanggan. Atau, istilah kerennya, customer driven and service oriented government.
Penyelenggaraan pemerintahan yang semula tersentral dari ibukota negara dan sekarang didistribusikan ke daerah, tentunya harus dibarengi dengan mekanisme kontrol dan evaluasi yang cermat. Agar niat baik desentralisasi untuk lebih memberikan kemaslahatan bagi masyarakat dan mengoptimalkan kinerja birokrat, tidak berbalik arah justru merugikan masyarakat.
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia sudah menyiapkan instrumen untuk pengawasan dan evaluasi kinerja birokrasi di daerah tersebut, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). Menurut Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Blitar Drs. Heri Prasetyo, M.Si saat ditemui dalam sebuah perbincangan beberapa waktu lalu, fokus evaluasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri terhadap penyelenggaraan pemerintah di daerah adalah pada pengambilan dan pelaksanaan kebijakan.
Menurut Heri yang sebelumnya camat Sananwetan, Bahan utama EKPPD oleh Kemendagri adalah Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang disusun berdasarkan evaluasi mandiri Pemerintah Daerah terhadap berbagai dimensi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan penilaian dari Kementerian Dalam Negeri, prestasi Pemerintah Kota Blitar masuk papan atas dalam urutan kinerja birokrasi. LPPD tahun 2012 yang disusun tahun 2013 dan evaluasi dari kementerian keluar pada awal tahun 2014, Pemerintah Kota Blitar meraih prestasi Kinerja Sangat Tinggi dalam EKPPD. “Kita masuk 20 besar nasional, dengan poin 3.0369 berada di peringkat ke 17 dari 91 kota se-Indonesia dengan predikat kinerja sangat tinggi,” imbuh Heri.
Target Selanjutnya 10 Besar Nasional
Heri menambahkan bahwa pemkot akan terus melakukan penyempurnaan dalam penyusunan LKPD, dengan data yang lebih lengkap dan akurat, karena target selanjutnya adalah masuk 10 besar nasional.
Indikator penilaian dalam EKPPD tersebut, mencakup berbagai kebijakan, pelaksanaan pemerintahan, yang juga melibatkan peran serta dari masyarakat. Poin tertinggi di antaranya diraih dari indikator ketaatan terhadap aturan, pengelolaan keuangan, perencanaan pembangunan daerah, pengelolaan kepegawaian, dan lain-lain. Keseriusan seluruh SKPD dalam memberikan bahan penyusunan LKPD tingkat kota, juga layak diberi apresiasi positif. Karena mustahil Bagian Tata Pemerintahan Setda Kota Blitar mampu menyusun sendirian, tanpa peran aktif SKPD lain, serta masyarakat yang tersentuh berbagai kebijakan pemerintah. Untuk mencapai target 10 besar nasional sebagai kota dengan kinerja sangat tinggi, perlu dilakukan beberapa hal. Antara lain dalam intensifikasi – efektivitas dan pemungutan sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD). Dengan adanya koordinasi, keseimbangan, dan upaya dari seluruh sektor yang terlibat dalam penyusunan LPPD, tentunya target tersebut bisa tercapai.
Kuncinya, Taati Aturan
Memang bukan perkara mudah memenuhi indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang menjadi pegangan oleh Tim Nasional EKPPD. Tapi sejauh kepala daerah memiliki political will yang bagus terhadap tujuan utama otonomi, maka jalan ke arah pemenuhan indikator menjadi lebih mudah.
Menurut Heri lagi tujuan otonomi daerah sudah jelas. Bagaimana pemerintah daerah sungguh-sungguh dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, meningkatkan pendidikan dan kesehatan warga, dan berbagai program pro rakyat yang lain. Dan di Kota Blitar hal tersebut sudah tidak asing lagi.
Tinggal masalahnya sekarang, bagaimana kemampuan para pengelola data dalam menyiapkan data yang sungguh-sungguh valid dan akuntabel. Karena tercatat 158 Indikator Kinerja Kunci (IKK) untuk memenuhi EKPPD yang diolah dari sekitar 800 data yang diminta dari setiap pemerintah daerah. Karena itulah diperlukan tenaga-tenaga yang kredibel dalam pengelolaan data, agar nantinya data yang masuk dan diolah dalam LPPD bukan kategori data-data rubish atau sampah. (dha/rit’z)
salam kentogan
thok-thok
0 komentar:
Posting Komentar