Dua belas (12) point Persyaratan MLM syariah.
1. Adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang
2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
Dalam implementasinya, MUI mempunyai bagian yang disebut dengan LP POM MUI untuk memberikan sertifikasi Halal pada produk barang yang dijual oleh semua perusahaaan di Indonesia, baik yg dijual oleh indiustri MLM maupun non MLM . hanya saja MUI tidak mewajibkan sertifikasi halal harus diberikan oleh MUI, tetapi sertifikas produk Halal bisa disberikan oleh lembaga lain di luar negeri seperti JAKIM di Malaysia ataupun IFANCA.
3. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
Dalam industry MLM kemungkinan adanya unsur riba dan maysir terletak pada system pembagian bonus atau marketing plan, bukan terletak pada produknya, hal ini tidak mudah bagi masyarakat untuk mengetahui apakah marketing plan MLM tersebut mengandung unsur riba dan maysir atau tidak. Sedangkan unsur gharar (ketidak jelasan atau penipuan) bisa terdapat dalam produk maupun marketing plan.
4. Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
Larangan excessive mark-up bagi industry MLM sebenarnya masih merupakan hal yang bersifat relative mengenai tingkat kemahalannya dan mash bersifat khilafiyah dalam kedudukan hukumnya, namun nampaknya DSN MUI mencantumkan syarat ini dalam fatwanya dengan mengikuti pendapat imam ahmad dan malik, dan ini barangkali akan menjadi positif karena lebih kepada membela kepentingan masyarakat konsumen, agar perusahaan tidak mengambil keuntungan yang berlebihan sehingga dapat merugikan konsumen, hal ini juga untuk mengendalikan agar perusahaan tidak melakukan praktek money game dengan produk-produk yang bersifat kamuflase, seakan-akan menjual suatu produk tetapi produk itu sebenarnya hanya menjadi alat agar seakan-akan ada produk riilnya.
5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha..
Dengan persyaratan ini, maka setiap member, kapanpun dia mendaftar akan memiliki peluang untuk sukses, dan berpeluang mendapatkan bonus besar, karena bonus akan diberikan sesuai dengan usaha yang dilakukan oleh member tersebut. Indikator lain berlaku atau tidaknya point ini adalah, MLM tersebut tidak hanya menitik beratkan pada perekrutan member baru, tetapi sangat peduli terhadap pembinaan member yang ada serta menekankan pada penjualan produk. Karena dengan kewajiban membina downline serta kewajiban menjual mereka harus bekerja secara kontinyu, berbeda halnya jika mereka mendapatkan bonus yang besar hanya dengan merekrut, maka perekrutan bisa dilakukan dengan janji-janji yang mungkin sulit untuk dipenuhi.
6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara regular tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
MLM syariah megharuskan setiap member/pelaku untuk selalu bekerja secara kontinyu sampai kapanpun,pada peringkat tertinggi dalam keanggotannya sekalipun, meskipun jenis pekerjaan mungkin berbeda.
8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
Sebenarnya Ighra’ (iming-iming) dalam batas tertentu bisa jadi merupakan hal yg positif, karena dengan adanya ighro, iming-iming atau insentif yang dijanjikan, seseorang akan termotivasi untuk melakukan suatu pekerjaan atau untuk bekerja lebih keras. Tanpa ada motifasi maka manusia akan cenderung bermalas-malasan, hanya saja motivasi itu tidak boleh berlebihan.
9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
Secara umum ada atau tidaknya eksploitasi dapat diketahui dari marketing plannya. Sebagai salah satu tolok ukurnya adalah : jika marketing plannya memberikan peluang kepada setiap member yg mendaftar lebih dalu pasti mendapatkan bonus yg lebih besar, maka ini adalah salah satu bentuk eksploitasi yang dilarang, kemungkinan besarnya MLM tersebut tidak dapat memenuhi fatwa ini, sehingga belum dapat dikategorikan sebagai industry MLM Syariah.
10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain;
11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
12.Tidak melakukan kegiatan money game.
Dalam fatwa ini, money game didefinisikan sebagai : kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/ pendaftran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian, dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yg dapat dipertanggungjawabkan.