8.3.19

Dilematika bagi seorang istri sah.

Perkawinan di Indonesia diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

Jadi perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan pasangan yang kawin.
Pasal ini menempatkan hukum agama dan kepercayaan adalah hal yang paling utama dalam perkawinan, dan secara implisit tidak ada larangan oleh Negara terhadap nikah siri.

Lebih lanjut Pasal 2 ayat (2) menyebutkan adanya kewajiban untuk tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan yang dicatatkan guna mendapatkan akta perkawinan. Akta perkawinan adalah bukti telah terjadinya/berlangsungnya perkawinan, bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan. Tidak ada bukti inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki status hukum (legalitas) di hadapan Negara.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”) memang tidak diatur secara khusus mengenai istilah perselingkuhan. Namun kita bisa menggunakan istilah yang ada dalam KUHP terjemahan Prof. Oemar Seno Adji, S.H., et al yakni istilah mukah (overspel) (dan tidak menutup kemungkinan ada perbedaan terminologi dalam KUHP terjemahan lain) sehingga untuk kasus ini dapat dikenakan Pasal 284 ayat (1) angka 1 huruf a KUHP.

Tentang Perzinahan diatur di dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan tidak adanya izin kawin dari istri yang sah merupakan penghalang yang sah untuk kawin lagi (Pasal 280 KUHP).

Sehingga nikah siri tanpa adanya izin dari istri yang sah dapat ‘memberi ruang delik’ perzinahan sepanjang pelaku nikah siri tidak dapat membuktikan bahwa benar telah ada perkawinan yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Perkawinan, dan hanya bisa dituntut berdasarkan adanya pengaduan dari istri/suami yang tercemar (delik aduan).

Dan Delik aduan ini harus menjerat suami dan istri siri nya, tidak boleh istri sirinya saja sehingga sebagai istri sah tidak boleh membuat Laporan Polisi hanya untuk istri siri saja sebagai Terlapor tetapi suami nya juga.

Dilematika bagi seorang istri sah.

Oleh :
LPK NASONAL DPD D.I.YOGYAKARTA
Head Office :
Jalan Magelang Km 14.5 Ganjuran, Caturharjo,
Sleman - YOGYAKARTA

/span>

0 komentar:

Posting Komentar