6.4.20

Ketika Negara-Negara Kaya Berebut Masker

Dina Sulaeman

Ketika Negara-Negara Kaya Berebut Masker

Hari Kamis tanggal 2 April, sebuah pesawat yang penuh masker buatan China sudah siap di landasan, akan terbang ke Perancis. Tapi, “AS membayar 3 atau 4 kali lipat lebih banyak daripada yang kami bayarkan, tunai,” kata Jean Rottner, kepala wilayah Prancis timur. Masker itu pun tidak jadi dibawa ke Prancis, putar haluan ke AS. [1]

Tapi, Prancis juga jadi perampas masker dari Swedia. Media Prancis L'Express melaporkan bahwa Paris mengambil stok dari produsen Swedia, Molnlycke, yang akan dikirim ke Spanyol dan Italia.

“Kami harap Prancis menjamin keamanan rantai suplai dan transportasi barang," protes kementerian luar negeri Swedia, Jumat (3/4).[2]

Tanggal 3 April, pemerintah Jerman ikut curhat. Pengiriman masker yang sebenarnya sudah dipesan dari China untuk polisi Jerman, saat dipindahpesawatkan di Thailand malah dialihkan ke pesawat menuju AS.

Andreas Geisel, menteri dalam negeri untuk Berlin state, menyebut kelakuan AS ini sebagai "pembajakan modern" dan menyerukan kepada pemerintah Jerman untuk menuntut Washington agar mematuhi aturan perdagangan internasional. 

"Ini bukan cara untuk memperlakukan mitra trans-Atlantik," kata Geisel. "Meski ini sedang krisis global seharusnya tidak seharusnya ada gaya liar Barat [koboy].”[3]

Tapi tanggal 4, pemerintah AS 'ngeles', “Pemerintah AS sama sekali tidak membeli masker dari China yang semula akan dikirim ke Prancis. Kemungkinan pembelinya adalah perusahaan swasta atau makelar.”

PM Kanada, Trudeau, ternyata sebelumnya juga sudah curhat. Tanggal 2 April, dia berkata, “Saya prihatin karena masker yang datang lebih sedikit daripada yang kami pesan, karena telah dijual kepada pembeli dengan harga lebih tinggi.”

"Kami memahami bahwa kebutuhan di AS sangat besar, tetapi demikian pula Kanada, jadi kita harus bekerja sama," kata Trudeau.

Anggota Parlemen Ukraina, Andriy Motovylovets, punya cerita lain. Dia bulan lalu (Maret) langsung datang ke China untuk memastikan pengiriman masker ke Ukraina. Ternyata, staf Kedutaan Ukraina yang datang ke pabrik masker, bertemu dengan kolega mereka dari Rusia, AS, dan Prancis, yang berusaha merebut pesanan Ukraina.

“Kami telah membayar di muka melalui transfer dan telah menandatangani kontrak. Tetapi mereka memiliki lebih banyak uang, dalam bentuk tunai. Kami harus berjuang untuk setiap pengiriman," Motovylovets.

Curhat dari Slovakia beda lagi. PM Peter Pellegrini mengatakan, dalam urusan pembelian masker, uang tunai adalah raja. “Kami sudah menyiapkan uang tunai senilai 1,2 juta Euro ($ 1,3 juta) dalam sebuah koper. Kami berencana menggunakan penerbangan khusus pemerintah dan mendapatkan masker dari pemasok China. Tapi, dealer dari Jerman datang lebih dulu, membayar lebih banyak dan dialah yang mendapatkannya.”[2]

Lalu bagaimana Indonesia?

Indonesia bertindak lebih cepat. Tanggal 24 Maret diberitakan, pemerintah telah membatalkan rencana ekspor ratusan ribu alat pelindung diri (APD) ke Korea Selatan. APD tersebut disalurkan untuk kebutuhan para petugas medis dalam negeri. Ternyata saat ini ada sekitar 25 produsen masker dan 23 produsen APD di Indonesia. Sebelum ada wabah corona, mereka memang sudah biasa mengekspor produknya. 

Kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, pihaknya sudah mengajak Kemenperin untuk mendorong industri dalam negeri memproduksi APD, masker, hand sanitizer dan kebutuhan lain dalam menghadapi pandemi corona. "Semua industri yang berpotensi untuk mendukung penanganan Covid-19 ini akan dioptimalkan," kata Doni. [4]

Selain itu, UKM-UKM sudah bergerak, memproduksi APD sendiri. Ini saya tahu langsung dari pelaku UKM Jawa Barat. Ibu-ibu Indonesia pun ramai-ramai jahit masker sendiri, ada yang dijual (dengan harga murah), ada pula yang dibagikan gratis. Hand sanitizer juga dibikin swadaya oleh berbagai elemen masyarakat. Bahkan kini insinyur ITB sudah mendesain ventilator.

Inilah modal besar bangsa yang dimiliki bangsa Indonesia: sikap gotong royong, rajin, dan kreatif. Yuk, kita pertahankan sifat-sifat luhur ini baik-baik. InsyaAllah, dengan swadaya dan mengerahkan seluruh potensi bangsa, krisis APD ini bisa diselesaikan tanpa harus 'merampok' ala negara-negara kaya itu. 

Kita hempaskan saja para makelar masker dan APD yang tega menaikkan harga berlipat-lipat di saat bangsa ini didera musibah.

--
Ref:
[1] https://bit .ly/39SstzX
[2] https://bit .ly/2Xh2VJV
[3] https://bit .ly/2UJPSPB
[4] https://bit .ly/3bYnuiz
/span>

5.4.20

Kondisi dari penderitaan ke senang belum tentu itu Allah ridho

QS 7 : 94 - 95
*Kondisi dari penderitaan ke senang belum tentu itu Allah ridho*🤔

Dalam ayat QS 7 : 94 - 95 Allah memberitahukan tentang ujian dengan berbagai penderitaan dan kesempitan yang telah ditimpakan kepada umat-umat terdahulu yang kepada mereka telah diutus para Nabi. Penderitaan itu berupa berbagai macam penyakit yang menimpa anggota tubuh mereka, sedangkan kesempitan itu berwujud kemiskinan, kebutuhan dan lain sebagainya, *agar mereka mau tunduk merendahkan diri.* Namun mereka sama sekali tidak mengerjakan apa yang Allah kehendaki dari mereka. Maka Allah pun membalikkan keadaan mereka dari penderitaan menjadi kesenangan, dengan *tujuan untuk menguji mereka pula, supaya dengan itu mereka mau bersyukur*. Namun mereka tidak juga melakukannya.

Allah melimpahkan harta kekayaan dan anak mereka bertambah banyak, inilah yg biasa kita dengar istidraj  artinya, Allah uji mereka dengan susah dan senang, supaya mereka tunduk merendahkan diri dan kembali kepada Allah.

Namun semuanya itu tidak berarti sama sekali bagi mereka baik ujian berupa kesusahan maupun kesenangan, tidak juga mereka menghentikan diri, bahkan mereka mengatakan, “Kami telah merasakan penderitaan dan kesempitan, dan setelah itu kami pun merasakan kesenangan seperti yang pernah dialami oleh nenek moyang kami pada zaman dulu.” Dan bahkan mereka sama sekali tidak memahami urusan Allah dan tidak pula menyadari ujian Allah
yang diberikan kepada mereka dalam dua keadaan di atas.
*Kesimpulannya* orang yg tidak beriman hatinya telah terkunci utk mengingat Allah, ujian apapun yg menimpa mereka tidak akan kembali kepada Allah.

Hal ini berbeda dengan *keadaan orang-orang yang beriman, yang senantiasa bersyukur kepada Allah pada saat merasakan kesenangan dan bersabar jika berada dalam kesusahan*. Sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain (Kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), *Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh mengagumkan keadaan orang mukmin itu, tidaklah Allah menetapkan takdir baginya melainkan kebaikan baginya. Jika tertimpa kesusahan lalu ia bersabar, maka hal itu adalah baik untuknya. Dan jika diberikan kesenangan lalu ia bersyukur, maka hal itu adalah baik baginya.”* (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
/span>

PENGARUH CUACA DAN IKLIM TERHADAP PANDEMI CORONA

*SIARAN PERS*

*KAJIAN Tim BMKG dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM*

*PENGARUH CUACA DAN IKLIM TERHADAP  PANDEMI*

https://ww w.bmkg. go.id/

Jakarta (3 April 2020). Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati membenarkan bahwa Tim BMKG yg diperkuat oleh 11 Doktor di Bidang Meteorologi , Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, telah melakukan Kajian berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur tentang Pengaruh Cuaca dan Iklim dalam Penyebaran Covid-19.

Hasil kajian yg telah disampaikan kepada Presiden dan beberapa Kementerian terkait pada tanggal 26 Maret 2020 yang lalu ini, menunjukkan adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran wabah Covid-19, sebagaimana yg disampaikan dalam penelitian Araujo dan Naimi (2020), Chen et. al. (2020),
Luo et. al. (2020), Poirier et. al (2020), Sajadi et.al (2020), Tyrrell et. al (2020), dan Wang et. al. (2020), tulis Dwikorita melalui komunikasi online. 

Hasil analisis Sajadi et. al. (2020) serta Araujo dan Naimi (2020) juga menunjukkan sebaran kasus Covid-19 pada saat outbreak gelombang pertama, berada pada zona iklim yang sama, yaitu pada posisi lintang tinggi wilayah subtropis dan temparate. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa negara-negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis.

Penelitian Chen et. al. (2020) dan Sajadi et. al. (2020) menyatakan  bahwa kondisi udara ideal untuk virus corona adalah temperatur sekitar 8 - 10 °C dan kelembapan 60-90%. Artinya dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi llingkungan yang kurang ideal untuk penyebaran kasus Covid-19.  Para peneliti itu menyimpulkan bahwa kombinasi dari temperatur, kelembapan relatif cukup memiliki pengaruh dalam penyebaran transmisi COVID-19. Selanjutnya penelitian oleh Bannister-Tyrrell et. al. (2020) juga menemukan adanya korelasi negatif antara temperatur (di atas 1 °C) dengan jumlah dugaan kasus COVID-19 per-hari. Mereka menunjukkan bahwa bahwa COVID-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1 – 9 °C). Artinya semakin tinggi temperatur, maka kemungkinan adanya kasus COVID-19 harian akan semakin rendah. Lebih lanjut Wang et. al. (2020) menjelaskan pula bahwa serupa dengan virus influenza, virus Corona ini cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara dingin dan kering.  Kondisi udara dingin dan kering tersebut dapat juga melemahkan "host immunity" seseorang, dan mengakibatkan orang tersebut lebih rentan terhadap virus sebagaimana yg dituliskan dalam studi Wang et al. (2020) tersebut. Demikian pula Araujo dan Naimi (2020) memprediksi dengan model matematis yang memasukkan kondisi demografi manusia dan mobilitasnya, mereka menyimpulkan bahwa iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus tersebut. Mereka juga menjelaskan lebih lanjut bahwa terhambatnya penyebaran virus dikarenakan kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil, sehingga  penularan virus Corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung terhambat, dan akhirnya kapasitas peningkatan kasus terinfeksi untuk menjadi pandemik juga akan terhambat.

Kajian oleh Tim Gabungan BMKG-UGM ini menjelaskan bahwa  analisis statistik dan hasil pemodelan matematis di beberapa penelilitian di atas  mengindikasikan bahwa cuaca dan iklim merupakan faktor pendukung untuk kasus wabah ini berkembang pada outbreak yg pertama di negara atau wilayah dengan lintang linggi, tapi bukan faktor penentu jumlah kasus, terutama setelah outbreak gelombang yang ke dua. Meningkatnya kasus pada gelombang ke dua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial.
Disampaikan pula bahwa kondisi cuaca/iklim serta kondisi geografi kepulauan di Indonesia, sebenarnya relatif lebih rendah risikonya untuk berkembangnya wabah COVID-19. Namun fakta menunjukkan terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia sejak awal bulan Maret 2020. Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27- 30 derajat celcius dan kelembapan udara berkisar antara 70 - 95%, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk outbreak COVID-19. Namun demikian fakta menunjukkan bahwa kasus Gelombang ke-2 COVID-19 telah menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020 yang lalu. Hal tersebut diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat berpengaruh, daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia. 

Akhirnya laporan Tim BMKG-UGM merekomendasikan berdasarkan fakta dan kajian terhadap beberapa penelitian sebelumnya,  bahwa apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial ini benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat (Luo et. al. 2020 dan Poirier et. al., 2020), maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam memitigasi atau mengurangi risiko penyebaran wabah tersebut.

Selain itu perlu diwaspadai pula bahwa memasuki bulan April s/d Mei ini, sebagian besar wilayah Indonesia memasuki pergantian musim, yang sering ditandai dengan merebaknya wabah Demam Berdarah. 

Jadi secara umum hasil kajian Tim BMKG dan UGM ini juga sangat merekomendasikan kepada masyarakat untuk terus menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh, dengan memanfaatkan kondisi cuaca untuk beraktivitas atau berolahraga pada jam yang tepat, terutama di bulan April hingga puncak musim kemarau di bulan Agustus nanti, yang diprediksi akan mencapai suhu rata - rata berkisar antara 28 derajat Celcius hingga 32 derajat Celcius dan kelembapan udara berkisar antara 60% s/d 80%, serta tentunya dengan lebih ketat menerapkan "Physical Distancing" dan pembatasan mobilitas orang ataupun dengan "Tinggal di Rumah", disertai intervensi kesehatan masyarakat, sebagai upaya untuk memitigasi atau mengurangi penyebaran wabah Covid-19 secara lebih efektif. Karena cuaca yang sebenarnya menguntungkan ini, tidak akan berarti optimal tanpa penerapan seluruh upaya tersebut dengan lebih maksimal dan efektif.

*Bagian Hubungan Masyarakat*
*Biro Hukum dan Organisasi*
Instagram: @ InfoBMKG
Twitter: @ InfoBMKG
Facebook: InfoBMKG
YouTube: InfoBMKG
#PeringatanDiniCuaca
#BMKG


https://ww w.bmkg. go.id/

http://ww w.bmkg. go.id/
/span>

4.4.20

Jepang Save dari Corona? kenapa?

*Mengapa Jepang tetap normal ketika seluruh dunia seakan “mati”*

Berikut di bawah ini adalah rangkuman pengalaman seorang India yang sedang belajar di Jepang. 

Jepang adalah negara pertama yang terkena dampak Covid-19 pada bulan Januari melalui kapal mewah Princess Diamond.  *Namun, di Jepang semuanya berjalan normal sampai hari ini. Masyarakat pergi ke kantor setiap hari. Tidak ada restoran dan mal yang ditutup.* *Transportasi umum beroperasi secara normal.* Semua perbatasan internasional tetap dibuka. Jepang memiliki jumlah manula yang tinggi seperti Italia. Tokyo memiliki jumlah orang asing terbanyak. _Orang asing masih diizinkan masuk. *Yang dihentikan hanyalah sekolah dan acara publik.*

 *Di negara lain, _lockdown_ menjadi jalan keluar* untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19. Tokyo adalah kota paling padat di dunia. Bagaimana cara mengontrolnya? Kehidupan berjalan normal seperti biasanya. 

*Mengapa?*

Aturan yang disarankan untuk mencegah penyebaran Covid-19 sudah dipraktikkan oleh orang Jepang sejak kecil.
 
*1. Orang Jepang memakai masker saat mereka bepergian atau keluar*

Sekitar 60% orang Jepang memakai masker setiap hari pada hari-hari normal. Mereka juga selalu memakai masker ketika merasa tidak enak badan. Kebiasaan ini sangat membantu menghentikan penyebaran virus. Biasanya setiap orang yang menghadapi masyarakat umum seperti resepsionis, petugas pemerintah, dokter, perawat, kepala stasiun, staf kereta api, polisi, petugas kebersihan, dll mengenakan masker setiap hari di tempat kerja.  Selama musim dingin anak-anak mengenakan masker setiap hari sehingga mereka tidak mengganggu orang lain ketika terserang flu. Di setiap rumah di Jepang tersedia masker untuk anak-anak dan orang dewasa.

*2. Orang Jepang menjalani kehidupan berdasarkan prinsip tidak boleh mengganggu orang lain* 
Orang Jepang tidak membuang sampah sembarangan.  Kebersihan adalah bagian dari budaya mereka. Mereka diajari bagaimana menjaga bersih dan bagaimana berperilaku di tempat umum sebelum belajar huruf di sekolah.

*3. Orang Jepang tidak berjabat tangan tetapi menundukkan kepala untuk menyapa orang lain*

*4. Mencuci tangan adalah bagian dari budaya Jepang*

Ada sabun dan pembersih tangan (hand sanitizer) di toilet umum, pintu masuk kantor, dan ruang publik lainnya.  Menggunakan pembersih tangan cukup efektif untuk mencegah penyebaran virus.  

*5. Di toilet orang-orang selalu mencuci tangan mereka*
Selain itu mereka juga membersihkan dan menyeka area wastafel agar orang berikutnya yang menggunakan wastafel tersebut merasa nyaman. Itu adalah kebiasaan yang dipraktikkan secara otomatis, termasuk di tempat umum. 

*6. Orang Jepang membawa tisu basah untuk membersihkan tangan mereka saat mereka keluar*

 *7. Orang Jepang terbiasa menjaga jarak sosial dengan siapa saja*

_Kebiasaan yang ditanamkan sejak kanak-kanak  dan sudah terinternalisasi sebagai bagian dari kepribadian tersebut membentuk budaya yang dipraktikkan secara sempurna setiap hari._

*Hal baik yang patut dipelajari dari Jepang*
/span>