Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

31.7.20

SEJARAH KABUPATEN JEMBER

SEJARAH KABUPATEN JEMBER

Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum, Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara
LOKANTARA

A. Jember itu Berarti Jembare Sumber

Sumber merupakan mata air kehidupan. Jroning urip ana urup, jroning urup ana urip kang sejati. Itulah rasa jati, sari rasa jati sarira sajati. Rasa tunggal, sari rasa tunggal, sarira satunggal. Naga sari tunggal, nagara satunggal. Jember adalah jembare, sebagaimana wejangan Begawan Tunggul Manik pada tanggal 1 Januari 1324.

Begawan Tunggul Manik termasuk guru spiritual Prabu Jayanegara, raja Majapahit yang memerintah tahun 1309 – 1328. Prabu Jayanegara seorang raja yang ber budi bawa laksana, mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil paramarta. Setiap sowan Begawan Tunggul Manik di Pertapan Hargopeni, Prabu Jayanegara selalu berusaha ngudi ngelmu, ngangsu kawruh. beliau belajar ilmu joyo kawijayan, guno kasantikan.

Pegunungan Iyang memang tempat leluhur raja Majapahit. Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit lahir dari seorang ibu, Dyah Iswari. Beliau putri Dahyang Padmamurti, seorang brahmana yang terkenal sakti mandraguna. Begawan Tunggul Manik meneruskan peguron Hargopeni di Pereng Gunung Iyang. Alumni peguron Hargopeni yang terkenal yaitu Empu Prapanca. Pujangga kraton Majapahit ini menyusun kitab Negara Kertagama.

Kedatangan Prabu Hayamwuruk ke Jember tahun 1356 bersama dengan Empu Prapanca dan Empu Tantular. Panitia penyambutan dipimpin oleh Akuwu Sukodono. Kunjungan raja Majapahit disambut dengan hati suka gembira. Seksi acara diurus oleh warga dari daerah Ajung, Ambulu, Arjasa, Bangsalsari, Balung, Gumukmas, Jelbuk. Seksi konsumsi diserahkan kepada warga Jenggawah, Jombang, Kalisat, Kaliwates, Kencong, Ledokombo. Mereka memberi hidangan khas suwar suwir, makanan tradisional Jember. Seksi transportasi dipegang oleh warga dari daerah Mayang, Mumbulsari, Panti, Wuluhan, Pakusari. Seksi akomodasi diserahkan pada warga dari daerah Patrang, Puger, Silo, Semboro.

Panitia bekerja dengan sepenuh hati. Kehadiran raja Majapahit merupakan bentuk kehormatan. Seksi among tamu dipercayakan kepada warga dari daerah Rambipuji, Sukorambi. Sedangkan bidang perlengkapan dikerjakan oleh warga dari daerah Sukowono, Sumberjambe, Sumbersari, Tanggul. Bidang keamanan ditangani oleh warga dari daerah Tempurejo dan Umbulan. Semua demi ngalap berkah pada raja Majapahit. Raja adalah wakil Tuhan di muka bumi.

Sosialisasi kesadaran hidup bermasyarakat kerajaan Majapahit dilakukan di daerah Silo pada tahun 1361. Bertindak sebagai narasumber yaitu Empu Tantular. Beliau memberi penyuluhan tentang arti penting toleransi atas tradisi keberagaman. Empu Tantular menulis kitab Sutasoma. Karya sastra ini memuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa. Artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.

Tradisi nyekar ke pertapan Hargopeni, Gunung Iyang tetap dilakukan oleh semua raja Majapahit. Prabu Putri Ratu Kencana Wungu memerintah kerajaan Majapahit 1427 – 1447. Beliau memimpin negara dengan bijak bestari. Wajahnya cantik jelita, ramah tamah, adil, merakyat, pemurah, suka menolong, berhati lembut, tegas, cerdas, cekatan, lincah. Ideal sekali memegang bang pengalum-alume praja. Ratu Kencono Wungu boleh dibilang mustikane putri, tetunggul widodari.

Seorang putri dari daerah Gumukmas bernama Wahitasari. Pada tahun 1435 Wahita menikah dengan Joko Umbaran. Kelak Joko Umbaran menjadi Bupati Blambangan yang amat terkenal. Atas inisiatif serta kerelaan Wahitasari. Joko Umbaran juga menikah dengan putri daerah Mayang. Namanya Diah Puyengan. Kedua putri Jember ini menjadi orang penting di Kadipaten Blambangan.

Joko Umbaran menjadi tokoh yang sangat dihormati di wilayah Blambangan, Bondowoso, Lumajang dan Jember. Beliau memiliki pusaka sakti, yaitu gada wesi kuning. Bila kena gada wesi kuning, gunung akan jugrug, segara akan asat. Betul sekali pada tahun 1339 terjadi kerusuhan di sepanjang Gunung Ijen. Ontran-ontran ini digerakkan oleh perguruan ilmu hitam. Di pimpin oleh Lembu Marcuet, dari daerah Klungkung. Dengan bersenjaga gada wesi kuning warisan Ki Ajar Pamengger, segera para perusuh dapat diringkus. Rakyat yang tinggal di sekitar Jember pun kembali ayem tentrem.

Wilayah yang berbukit-bukit cocok untuk meditasi. Prabu Wikrama Wardana pernah tapa kungkum di kali Bedadung. Patih Gajah Mada Narapati tapa ngeli di kali Bondoyudo. Mereka melakukan lara lapa tapa brata untuk mengasah ketajaman batin. Pembesar Majapahit biasa tapa ngidang, tapa ngalong, tapa ngrame, mbanyuora nggeniora. Pada pertengahan bulan Suro lelaku di perairan Watu Ulo.

Kegiatan spiritual di lereng Gunung Argopuro dilakukan oleh Prabu Mertawijaya pada tahun 1452. Raja Majapahit ini menikah dengan Anjasmara, putri Patih Logender. Anjasmara adalah adik kandung Layang Seta dan Layang Kumitir. Mereka pernah mengajari warga Pendalungan di daerah Sumbersari. Anjasmara percaya pada tata cara ngadi salira ngadi busana. Oleh karena itu Anjasmara kerap siram jamas di patirtan Pelemon, Tancak dan Rembangan. Jembare sumber menjadikan Jember mampu Jembare iber, yakni idealitas yang selaras dengan realitas. 

 B. Sumbere Panguripan yang Membuat Warga Jember Selalu Ayem Tentrem

Adipati Cakraningrat adalah Bupati Pamekasan Madura yang mempunyai jaringan luas di daerah Bang Wetan. Beliau cukup populer di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Probolinggo, Jember, Lumajang, Blambangan dan Bondowoso. Bahkan Adipati Cakraningrat berhubungan erat dengan Sinuwun Paku Buwono III, raja Karaton Surakarta Hadiningrat yang memerintah tahun 1749 – 1788.

Putri Adipati Cakraningrat bernama Raden Ajeng Sukaptinah atau Ratu Handoyowati. Beliau menikah dengan Raden Subadyo, putra Sinuwun Paku Buwana III. Kelak Raden Subadyo menjadi raja Surakarta dengan gelar Sinuwun Paku Buwana IV. Putri Bupati Pamekasan menjadi permaisuri. Perkawinan raja Surakarta dengan kadipaten Pamekasan mempererat hubungan Jawa Madura yang sangat kokoh. Madura adalah daerah penting bagi kerajaan Surakarta.

Atas usulan Adipati Cakraningrat dan restu Sinuwun Paku Buwono III, wilayah Jember mendapat pimpinan handal. Namanya Pangeran Danuningrat, seorang bangsawan Surabaya keturunan raja Surakarta dan Bupati Sumenep. Dengan demikian budaya Pendalungan memiliki akar kuat di daerah Jember. Pangeran Danuningrat memimpin daerah Jember tahun 1780 – 1812. Selama kepemimpinan Pangeran Danuningrat membawa rakyat Jember dalam suasana murah sandang pangan papan.

Pangeran Danuningrat setiap malam Selasa Kliwon menjalankan ritual di gisik Pasekan dan Gisik Bandealit. Mata batin Pangeran Danuningrat tajam sekali. Beliau biasa cegah dhahar lawan guling. Selama lelaku di wilayah segara kidul, Kanjeng Pangeran Danuningrat membawa sesaji ketan biru. Penguasa laut selatan memang menghendaki uba rampe yang terbuat dari ketan biru.

Ratu Handoyowati permaisuri raja Surakarta yang berasal dari Pamekasan Madura ini pada tahun 1802 datang ke daerah Jember. Beliau didampingi oleh Pangeran Danuningrat. Acaranya mengadakan pelatihan batik di daerah Ambulu. Pelatih didatangkan dari Laweyan Surakarta. Ibu-ibu di Jember diharapkan dapat mengembangkan usaha batik yang lebih maju. Pelatihan ini juga meliputi manajemen dan marketing.

Tahun 1803 Pangeran Danuningrat dan istrinya diundang untuk membawa rombongan di Kotagedhe. Mereka belajar kerajinan perak. Tim dari Jember ini juga belajar pembuatan kecap di Purwodadi Grobogan. Sebagian dikirim ke Lasem Rembang untuk belajar membuat trasi. Kegiatan ini untuk meningkatkan kekompakan masyarakat.

Pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, masyarakat Jember didukung untuk mengembangkan tanaman tembakau ini terjadi pada tahun 1847. Paku Buwono VII adalah anak kandung Ratu Handoyowati putri Bupati Pamekasan. Nama kecilnya yaitu Raden Malikis Sholikin. Lama hidup di Pamekasan Madura. Ketika menjadi raja, banyak warga Sampang, Bangkalan, Pamekasan dan Sumenep turut bekerja di Jember. Kehidupan warga Pendalungan di Jember sangat makmur. Fasilitas sandang pangan papan tercukupi sempurna.

Sinuwun Paku Buwono VII juga pernah berlayar sampai pulau Nusa Barong. Tentu saja dengan pengawalan yang sangat ketat. Paku Buwono VII yang berdarah Jawa dan Madura ini ahli hukum, tata negara, sejarah, budaya dan sastra. Kunjungan kali ini juga mengajak pujangga Kraton Surakarta, Raden Ngabehi Ranggawarsita. Beliau berkenan mbabar kawruh tentang tanda-tanda jaman. Raden Ranggawarsita. Beliau berkenan mbabar kawruh tentang tanda-tanda jaman. Raden Ranggawasita memang pujangga waskitha ngerti sakdurunge winarah.

Kemajuan Jember tahun 1882 dengan ditandai oleh pembangunan jalur kereta api. Pada tahun 1884 Sinuwun Paku Buwono IX meninjau pembangunan stasiun Tanggul dan Jember. Sedangkan peresmian stasiun Jemberlor Patrang terjadi pada tanggal 1 Juni 1897. Berkenan hadir Sinuwun Paku Buwono X. Pembangunan rel kereta api ini melancarkan roda ekonomi Jember.

Status daerah Jember menjadi kabupaten otonom terjadi pada tanggal 1 Januari 1929. Sinuwun Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat meresmikan berdirinya kabupaten Jember. Pejabat Bupati Jember diserahkan kepada Kanjeng Raden Tumenggung Noto Hadinegoro. Surat keputusan ini diserahkan oleh Patih Sosrodiningrat. Kabupaten Jember semakin arum kuncara ngejayeng jagad raya. Jember terbukti sebagai yang memiliki jembaring sumber. 

    
C. Para Bupati Jember yang Selalu Mengabdi Kepada Bangsa dan Negara

1. Noto Hadinegoro 1929 – 1942
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

2. Boedihardjo 1942 – 1943
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

3. R. Soedarman 1943 – 1947
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

4. Roekmoroto 1947 – 1950
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

5. R. Soekarto 1950 – 1957
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

6. R. Soedjarwo 1957 – 1959
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

7. M. Djojosoemardjo 1959 – 1961
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

8. R. Soedjarwo 1961 – 1964
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

9. R. Oetomo 1964 – 1967
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

10. Husein Dipotruno 1967 – 1968
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

11. Letkol Abdul Hadi 1968 – 1979
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

12. Letkol Supono 1979 – 1984
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

13. Suryadi Setyawan 1984 – 1989
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

14. Kol. Priyanto Wibowo 1989 – 1994
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

15. Winarno 1994 – 2000
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

16. Drs. Samsul Hadi Siswoyo 2000 – 2005
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

17. Ir. Djalal 2005 – 2010
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

18. Dr. Farida 2016 – 2021
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Sholawat Wangsulan

Awak-awak wangsulana, pitakonku marang sira 
sapa ngendi sira iku, menyang ngendi tujuanmu
mara coba titenana, 
sira urip neng alam donya. 
donya alam kerameyan, isine apus-apusan
dulur-dulur sami sambang, tangise kaya wong nembang
gelem ngaji arang-arang, tandhane imane kurang

Santri di kawasan Jember kerap melantunkan syair puji pujian. Singiran sebagai salah satu karya pustaka bercorak pesantren menarik sekali dijadikan objek penelitian. Singiran pesantren sebagai sarana tontonan tuntunan dan tatanan.

Pengajaran etika riligius ini masuk golongan sastra piwulang. Selama ini karya pustaka pesantren begitu sering mendapat perhatian selayaknya. Pesantren memiliki pengalaman yang panjang, sebagaimana jembaring sumber di wilayah Jember. 

Sastra religius yang berkembang di pesantren biasanya berisi soal-soal keimanan, peribadatan dan akhlakul karimah. Contoh syair karangan para Kyai pengasuh Pondok pesantren di Kabupaten Jember. Singiran religius untuk membina budi pekerti atau akhlakul karimah di kalangan generasi muda. Para taruna dadi kekudangane bangsa. 

Ditulis oleh Dr. Purwadi, M.Hum, 10 Juli 2020
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta, HP 0878 6440 4347
/span>

18.10.19

Sejarah Suku Samin

SUKU SAMIN
Bojonegoro– Komunitas Suku Samin, di Dusun Jipang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim), tetap mengedepankan kebersamaan, kejujuran, kesederhanaan dan anti kekerasan, pada era keterbukaan ini. Warga yang dikenal menolak membayar pajak dan menjual hasil bumi kepada pemerintahan penjajahan Belanda dan Jepang pada saat itu, masih mengajarkan, jangan mengambil apa pun yang bukan miliknya.

Pemimpin komunitas Samin, Hardjo Kardi dalam percakapan dengan SP, belum lama ini di rumahnya mengatakan, masyarakat Samin, selalu membantu dalam keadaan dan sesulit apa pun. Ketika masa penjajahan Belanda dan Jepang, komunitas yang didirikan Suro Sentiko itu dengan kompak tidak membayar pajak, tidak mau menjual hasil bumi serta tak bersedia bekerja sama dengan kaum penjajah. Meskipun penjajah melakukan kekerasan kepada Wong (orang) Samin, tetapi masyarakat setempat melakukan perlawanan tanpa gejolak. Melalui cara tadi, akhirnya pemerintahan penjajahan mundur teratur meninggalkan Margomulyo.

“Mengapa saat itu Wong Samin, menolak membayar pajak pada Belanda dan Jepang,” tanya SP.

“Mosok pajek sing dibayar pribumi tapi duite digowo londo. Yo kebacut jenenge (Masak pajak yang dibayar pribumi, tetapi uangnya dibawa Belanda. Ya itu keterlaluan namanya),” jawab Hardjo Kardi, menggunakan bahasa Jawa. Hardjo, merupakan generasi keempat yang berusia 82 tahun, dari keturunan Suro Sentiko, pendiri Samin, asal Randu Belatung, Blora, Jawa Tengah (Jateng).

Dusun Jipang berada di tengah hutan yang kala itu sulit dijangkau. Dusun ini berada di perbatasan Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Ngawi, Jatim. Tetapi secara administratif, masuk wilayah Bojonegoro. Jarak dari Bojonegoro menuju Jipang, 70 kilometer. Menuju ke daerah itu, jalanan sudah beraspal. Namun saat ini sebagian sudah diganti menggunakan paving.

Menurut Hardjo, Wong Samin, sebelumnya belum mengetahui bahwa Indonesia telah diproklamirkan Soekarno dan Moh Hatta, sebagai negara merdeka dan berdaulat, pada 17 Agustus 1945. Untuk meyakinkan hari kemerdekaan itu, utusan komunitas ini kemudian menghadap langsung Bung Karno di Jakarta.

Setelah mengetahui Indonesia merdeka, mereka resmi membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) kepada pemerintahan yang sah. Sampai sekarang bisa dilihat, bahwa masyarakat Samin, taat membayar PBB bahkan sampai 100 persen. Jadi, Wong Samin, tidak melawan pemerintah, tetapi melalukan perlawanan kepada pemerintah kolonial, dengan tanpa kekerasan.

Saminisme
Saminisme yang diajarkan oleh Suro Sentiko, mengajarkan kepada pengikutnya tentang kebersamaan, kejujuran, kesederhanaan dan anti kekerasan. Samin itu sendiri artinya sami-sami (sama-sama) amin, kebersamaan dan kegotongroyongan. Para pengikut Samin, begitu patuh pada ajarannya. Karena itu, di Dusun Jipang, dari dulu sampai sekarang aman dari segala bentuk pencurian dan kekerasan.

Hal lain terhadap sifat kegotongroyongan, manakala ada di antara komunitas Samin, menderita sakit, maka perkumpulan meminjami sejumlah uang. Ketika pinjaman dikembalikan, tidak disertai bunga. Karena mereka tidak mengenal bunga uang yang dipinjamkan.

Pemuka Samin, selalu mengajarkan kepada para pengikutnya agar jangan menyakiti orang lain. Saling hormat-menghormati sesama manusia di dunia, dan jangan pernah mengambil apa pun yang bukan haknya. Di samping itu, pengikut Samin diajarkan tidak berbuat kejahatan dan kekerasan.

Agar komunitas tetap utuh, setiap malam Jumat Legi (manis), mereka berkumpul, mendengarkan petuah-petuah dari pemuka Samin. Dalam acara tersebut juga dibahas mengenai berbagai hal yang terjadi pada bulan sebelumnya.

Menjawab pertanyaan tentang pengikut Samin, yang tidak patuh terhadap ajaran itu, Hardjo menyatakan, yang bersangkutan akan dikucilkan dari komunitas itu.

Komunitas Samin, terbuka bagi siapa saja. Ketika mengunjungi dusun ini, masyarakat setempat menerima dengan baik. Di dusun itu hanya terdapat sekolah dasar (SD). Selepas SD, biasanya melanjutkan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah lanjutan atas (SMA) ke Bojonegoro, Ngawi atau di ibu kota kecamatan.

Setelah lulus sekolah, banyak putra-putri Samin, bekerja di pemerintahan. Di antaranya, putra dari Hardjo, menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan kepolisian. Bahkan banyak pula yang mendapatkan jodoh dari luar komunitas ini.

Jumlah komunitas suku Samin di Dusun Jipang sebanyak 100 kepala keluarga (KK) atau sekitar 250 jiwa. Menurut putra bungsu dari tujuh bersaudara keluarga Hardjo, Bambang Sutrisno, mata pencarian komunitas ini sebagian besar adalah petani. Mereka menanam jenis tanman palawija, di antaranya jagung, atau singkong ditanam di sela-sela tanaman kayu jati milik Perhutani.

Para petani Samin, diberi kebebasan menanam palawija oleh Perhutani secara cuma-cuma. Upaya itu dilakukan agar mereka turut mengawasi tanaman jati, supaya tidak dijarah oknum yang tidak bertanggungjawab.

Meskipun jumlah pengikut Samin terus berkurang, tetapi ajaran tentang kebersamaan, kejujuran, kesederhanaan dan anti kekerasan, akan terus ditaati para pengikutnya, karena ajaran tentang kebaikan tadi, bisa digunakan sepanjang masa.

Sumber: Suara Pembaruan

/span>

14.2.19

Kritik Monumen Potlot : opini

*Sungging Poernomo Putro.*
            
  *"PEMBERONTAKAN PETA BLITAR"*

      Menjelang Hari Pemberontakan PETA BLITAR, 14 Februari setiap tahun, selalu digelar Drama kolosal yg diikuti para Pelajar dan Mahasiswa untuk dipentaskan di Plaza Monumen Pemberontakan PETA garapan Bondan Widodo group yg sangat Heroik itu.

   Kebetulan kali ini penulis sedang menjenguk Beliau yang sudah hampir 2 minggu kesehatannya bermasalah.

   Meski begitu tokoh yang satu ini selalu tetap semangat kalau diajak ngobrol tentang Perjoangan, wawasannya luas, analisanya tajam, polos, obyektif  dan mengalir.
Apa komentarnya...? Berikut penuturannya..

"Api Revolusi di Bumi Pertiwi" judul yang dipakai dibanner itu tidaak salah, cuma jadi kabuur ya !

Seharusnya tetap saja *PEMBERONTSKAN PETA BLITAR*, biar Monumental gitu loo... Kenapa sih alergi dengan kata PEMBERONTAKAN ?

Dulu dijaman Orba sempat beberapa tokoh ingin ganti istilah Pemberontakan dengan Perlawanan, beda banget tu... Jadi dangkal, kembalikan yang orisinil ajalaah!

Ingat dengan Peristiwa Pemberontakan Peta di kota Blitar itu jadi pemantik berkobarnya Revolusi Kemerdekaan di Indonesia.
Bayangkan hanya dalam tempo 6 bulan 3 hari dari Peristiwa itu, Revolusi Indonesia menghasilkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945, kan lua..r biasa itu.

Meski Pemberontakan itu hanya inisiatif beberapa pemuda dan praktiknya gagal total, namun gaungnya.. ya gaungnya terdengar sampai Asia Timur Raya dan membuat Pemerintah Dai Nipon dipermalukan dunia Internasional.
Ingat satu satunya Tentara bentukan Dai Nipon yang berani beronntak secara frontal, progresif dan Revolusioner itu ya cuma mBlitaar.

Drama yang saya tahu dulu di ditulis dan disutradarai oleh Wiekanto M Noor guruku, kini mengalami banyak  distorsi, he he..

Kebanyakan klenik dan terkesan konyol. Inovasi itu bagus tapi tidak boleh mengalami distorsi...

Aku dah beberapa kali ingatkan Redi Wisono yang beberapa tahun ini dipercaya untuk garap drama itu, apa kataku ..
."Re..d tolong kurangi kleniknya... tampilkan peran Bung Karno walau sebentar. Jangan tokoh lain yang lebih mendominir.
Ingat loo ...Peta itu buatan Bung Karno, dari *"Poetera"*  (Pusat Tenaga Rakyat) Bung Karno selaku Ketuanya mengusulkan pada pemerintah pendudukan Dai Nipon untuk membentuk Peta dan itu disambut baik oleh Dai Nipon.
Untuk apa..?
Agar saat Indonesia Merdeka, Indonesia nantnya punya Tentara yang telah terlatih.
"Lepas dari drama itu tadi, terus terang saya kecewa dengan pemeliharaan Monumen itu...,  tertutup pedagang kaki 5! Gak bisa pa dialihkaan! Pembangunan itu  telah memakan energi yg  luar biasa bagi kami, dananya sangat sedikit, aku g sebutin ya..., tapi hanya sebesar anggaran satu kelas gedung sekolah yang standrt  kira kira... Temponya jg sangat singkat, hanya 3 bulan, bayangkan nambah 6 patung segede itu cuma 3 bulan, dan bukan tipe Bondan kalau kerja cuma main perintah,. Saya terjun langsung dibantu 3 orang, Arik, Yasin dan Edi satu temanku SMP dan terakhir mas Amang bantu sedikit. Aku kerja 18 jam perhari tanpa kenal hari libur dan hari Minggu. Membangun itu susah tapi memelihara jauh lebih susah. Masak sih yang dulu warnanya kita buat PERUNGGU kini diganti seperti cat GENTENG, AMATIR LAGI...! Gak usah dihubungkan dengan politiklaah dengan  dicat kemerah merahan. Itu kita buat warna Perunggu biar kelihatan exlusif gitu looo...! Kalau dicat genteng waduuuh rohnya jd hilang melayang dan yang pasti jadi JELEK SEKALI. Padahal Bondan kan masih hidup, tolonglah Pejabat ngerti dan sedikit menghargai seniman, jangan asal bikin Proyek aja, Aku loo ya wong Pemkot juga, masak kalo dijadikan konsultan gitu aku minta dui..t? " dimintai masukan gitu aj menurutku sudah suatu penghormatankok,  capek de...h ! ( sambil mengerutkan kening mengakhiri pembicaraannya)

/span>

19.10.18

RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU-JAWA DAN TIMBULNYA NEGARA-NEGARA ISLAM DI NUSANTARA



RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU-JAWA DAN TIMBULNYA NEGARA-NEGARA ISLAM DI NUSANTARA
Kisah kehancuran Majapahit, yang diiringi oleh bertumbuhnya negara2 Islam di bumi Nusantara, menyimpan banyak sekali fakta sejarah yang menarik untuk diungkit kembali. Sebagai kerajaan tua di tanah Jawa, Majapahit bukan saja menjadi ikon dari puncak kemajuan peradaban Hindu-Jawa, tetapi juga bukti sejarah tentang PERGULATAN POLITIK (Internasional, Nasional dan Regional) yang terjadi di tengah proses Islamisasi pada masa peralihan, menjelang dan sesudah keruntuhannya.
Para sejarawan benar2 menguras energi untuk mengungkap latar dan motif dibalik kehancuran Majapahit. Tetapi sungguh amat disayangkan, belum banyak sejarawan yang mencurahkan perhatiannya pada peran orang-orang Cina Mongol (Yuan) dalam Islamisasi yang turut mengantar Majapahit ke ambang berakhir kejayaannya. Arus utama penulisan sejarah masih dikuasai oleh kecenderungan untuk menganggap Islam Nusantara sebagai derivat dari Islam "Arab" -- varian Islam yang dianggap lebih otentik dan "murni".
Prof.Slamet Muljana adalah salah satu di antara yang sedikit itu. Kegigihannya melacak asal-muasal keruntuhan Majapahit, membawanya pada sebuah tesis penting tentang kontribusi muslim Mongol dalam sejarah masuk dan berkembangnya Islam di kawasan ini. Sebuah upaya yang jelas dan tak mudah dan (mungkin) tak populer. Betapapun kita tahu, tesis yang telah lazim diterima oleh banyak sejarawan menyatakan bahwa Islam Nusantara adalah prototipe lain dari Islam yang berkembang di jazirah Arab. Temuan Muljana membantah sekaligus mengkritik bahwa yang terjadi tidaklah demikian adanya. Berbagai anasir juga terlibat dalam proses tersebut sehingga Islam yang terbentuk di Nusantara, dan di Jawa pada khususnya,, bukanlah Islam yang "murni", melainkan Islam hibrida yang memiliki banyak varian.
Dalam konteks sejarah pasca-Majapahit, tidak mudah menebak alasan di balik dominannya konstruk Islam yang "Arab-sentris" itu. Tapi sedikitnya ada dua hal mendasar yang bisa dijadikan pijakan guna membaca asumsi ini lebih jauh : politik segregasi kolonial dan ideologi otentisisme Islam. Sejak meletus tragedi Chineezenmoord (pembantaian orang-orang Cina) di Batavia pada 1740, yang menyebabkan lebih dari 10.000 jiwa melayang orang-orang Cina disekap dan dikonsentrasikan pada titik-titik ghetto yang belakangan dikenal sebagai dengan "Pecinan". Pengucilan ini, selain mengakibatkan retaknya hubungan Jawa-Cina yang sebelumnya begitu harmonis, juga memunculkan sentimen anti-Cina dalam banyak hal, termasuk penulisan sejarah. Puncaknya adalah saat rezim Orde Baru berkuasa, ketika berbagai hal yang berbau Cina akhirnya disingkirkan secara sistematis. Faktor kedua, ideologi otentisisme Islam, juga turut menyumbang pada penghilangan jejak sejarah Cina di Nusantara. Ideologi ini, harus diakui, telah "memiskinkan" pengalaman Islam Nusantara yang sangat majemuk dan kaya nuansa. Pelenyapan ini tentu bukan tak disengaja. Di belakangnya ada sekian motif dan kepentingan politik yang turut bermain.
Dr.Asvi Warman Adam :
Pada tahun 1968, terbit buku Prof.Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Buku ini dilarang oleh Kejaksaan Agung karena mengungkapkan hal-hal yang kontroversial pada waktu itu, yakni sebagian walisongo berasal dari Cina. Tidak ada salahnya bila benar bahwa sembilan penyebar agama Islam itu dari Cina atau dari belahan dunia mana pun.
Yang menjadi persoalan adalah saat itu rezim ORBA telah menetapkan Cina sebagai musuh karena negara itu dituduh membantu G30S. pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Beijing, dan segala yang berbau Cina dilarang.
Pada era reformasi ini, ada baiknya pendapat Slamet itu dikaji ulang dengan pikiran yang lebih tenang. Slamet Muljana membandingkan atau--lebih tepatnya-- melakukan kompilasi terhadap tiga sumber, yaitu : Serat Kanda, Babad Tanah Jawi, dan naskah dari kelenteng Sam Po Kong yang ditulis Poortman dan dikutip Parlindungan.
Residen Poortman th.1928 ditugasi pemerintah kolonial untuk menyelidiki apakah Raden Patah itu orang Cina. Raden Patah bergelar Panembahan Jinbun dalam serat kanda, dan Senapati Jinbun dalam Babad Tanah Jawi. Kata jin bun dalam salah satu dialek Cina berarti "orang kuat". Maka, sang Residen itu menggeledah Kelenteng Sam Po Kong di Semarang dan mengangkut naskah berbahasa Tionghua yang ada disana -- sebagian sudah berusia 400 tahun -- sebanyak tiga cikar (pedati yang ditarik lembu). Arsip Poortman ini dikutip Mangaraja Onggang Parlindungan yang menulis buku yang juga kontroversial Tuanku Rao. Slamet Muljana banyak menyitir buku ini.
Slamet menyimpulkan, Bong Swie Hoo -- yang datang di Jawa tahun 1445 -- sama dengan Sunan Ampel. Bong Swie Hoo ini menikah dengan Ni Gede Manila yang merupakan anak Gan Eng Cu (mantan kapitan Cina di Manila yang dipindahkan ke Tuban sejak tahun 1423). Dari perkawinan ini lahir Bonang yang kemudian dikenal sebagai Sunan Bonang. Bonang diasuh Sunan Ampel bersama dengan Giri yang kemudian dikenal sebagai Sunan Giri.
Putra Gan Eng Cu yang lain adalah Gan Sie Cang yang menjadi kapitan Cina di Semarang. Tahun 1481, Gan Sie Cang memimpin pembangunan Mesjid Demak dengan tukang-tukang kayu dari galangan kapal Semarang. Tiang penyangga mesjid itu dibangun dengan model konstruksi tiang kapal yang terdiri dari kepingan2 kayu yang tersusun rapi. Tiang itu dianggap lebih kuat menahan angin badai daripada tiang yang terbuat dari kayu yang utuh.
Akhirnya Slamet menyimpulkan, Sunan Kalijaga yang masa mudanya bernama Raden Said itu tak lain dari Gan Sie Cang. Sedangkan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, menurut Slamet Muljana adalah Toh A Bo, putra Sultan Trenggana (memerintah di Demak tahun 1521-1546). Sementara itu, Sunan Kudus atau Jafar Sidik yang tak lain dari Jay Tik Siu.
-----------------------------
Pada tahun 1350 M, Rajasanagara (Hayam Wuruk) sedang aktif-aktifnya menyatukan dan mengembakan wilayah Nusantara. Di sekitar era yang sama pulalah Dinasti Yuan (Mongol) yang menjajah Cina Daratan sedang sibuk-sibuknya menguasai wilayah Nusantara, dan itu benar-benar menguras tenaga dinasti Yuan. Ini pulalah tercatat dalam sejarah kita ketika pada jamang Singosari, Kertanegara didatangi oleh utusan dari Cina (Cina-Mongol / Yuan) yang kemudian dipotongnya telinganya utusan itu.
Th.1352, Zhu Yuanzhang (bangsa Han) mulai melakukan pemberontakan terhadap bangsa Yuan. Pada tahun 1356, ia berhasil merebut kota Nanjing yang dikemudian hari menjadi ibukota kerajaan dinasti Ming.
Th.1357, mengetahui penarikan-penarikan dari tentara Yuan, Pajajaran Nagara (Perserikatan kerajaan2 yang tak pernah bernaung di bawah Majaraja-Majakerta) menyerbu basis militer Yuan yang ada di kota Gajah (pelabuhan militer di tepi sungai Bengawan Solo), dan kota Modo (gerbang militer basis pertahanan administrasi di kota Yungyang). Penyerbuan tertahan di kota Babad (Jatim). Pelemahan kekuasaan Yuan di Nusantara ini berkorelasi langsung dengan kondisi keruntuhan kekuasaannya di China daratan yang direbut oleh Dinasti Ming.
Kekuasaan Mongol yang di tahun 1294 mencapai puncaknya yg wilayahnya membentang dari Eropa Timur, bagian selatan Russia, Iran-Irak (wilayah Persia-Sumeria) hingga ke Timur sampai semenanjung Korea, termasuk berusaha ke selatan menganeksasi India tetapi tidak berhasil, walau cukup berhasil mengubah kultur Hindu-Buddha di wilayah2 barat India (sekarang Afghanistan, Pakistan) . India sendiri terancam pembantaian besar-besaran oleh dinasti Moghul (Mughal). Tentu anda pernah mendengar kisah Syah Jehan. Salah satu dari 7 keajaiban dunia Taj Mahal, itulah salah satu buahnya. Tetapi pergerakan bangsa Han untuk memerdekakan diri di China Daratan yang meruntuhkan hegemoni Yuan selama ratusan menyebabkan pasukan dari Kubilai Khan (turunan dari Jengis Khan) terpukul secara drastis pada pusatnya. Ini pulalah yg menyebabkan wilayah2 vassalnya di berbagai belahan dunia juga dipukul oleh gerakan2 kemerdekaan dari berbagai negeri tersebut. Sehingga sisa pasukan dan para panglimanya yang tersebar di berbagai wilayah dunia menjadi lontang-lantung kehilangan tanah pijakan. Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa orang-orang Yuan itu berusaha menjadikan Nusantara sebagai basis pasukan selatan (Nan Yang) untuk memukul balik China Daratan (Dinasti Ming) dengan cara-cara perkawinan maupun propaganda hasutan2 membenci bangsa2 musuhnya. Salah satu cara retaliasi mereka adalah dengan meruntuhkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar China, termasuk meruntuhkan Majapahit dan Pajajaran, untuk kemudian menjadi penguasa-penguasa daerah untuk MEMBLOKADE jalur perdagangan darat
"Jalur Sutera" maupun jalur perairan laut. Ini sungguh menghambat perdagangan China, India dsb, sehingga Kaisar Yung Le mengirimkan armada Ming yg dipimpin oleh Laksmana Ceng Hoo untuk membersihkan rute-rute perdagangan itu dari gangguan keamanan.
Kondisi ketegangan antara Yuan dan Ming inilah yang mengawali upaya penghasutan kepada rakyat Nusantara untuk membenci etnis Cina (Han), India, Champa, Persia, Bule (barat) yang pada jaman sebelum-sebelum
nya sangat harmonis dan terjadi akulturasi budaya melalui perdagangan ataupun perkawinan silang secara natural. Konflik internal dikalangan para Sunan sendiri, semisal Islam abangan dipelopori oleh Sunan Ampel dan yang garis keras (kiblat ke Islam Arab) dipromotori oleh Sunan Giri maupun Raden Samudera yang keturunan putri Blambangan dengan syekh Samudera Pasai (adik Syekh Ibrahim) yang dibuang kakeknya karena menolak diislamkan oleh menantunya itu ke seorang janda Islam kaya di Gresik. Hal ini memunculkan konflik internal di kalangan masyarakat Majapahit sendiri sehingga terjadi pengeroposan kohesi masyarakat, yang akhirnya pecah dalam perang besar (Paregreg) akibat serangan Pangeran Blambangan (Bhre Wirabumi) dari Kraton Timur ke Kraton Barat yang sangat melemahkan kekuatan Majapahit pada masa sesudahnya. Jadi keruntuhan Majapahit adalah akibat diadu-domba dikalangan para bangsawannya sendiri dengan iming-iming tahta, kuasa, harta, wanita yang tentu saja memberi angin 'surga' kepada mereka yang berambisi tinggi.
Semoga Indonesia modern dimasa kini dapat memetik hikmah dari pelajaran sejarah ini.
Rahayu!
/span>

8.1.18

Ternyata berawal dari ini strategi bakar kapal

SEJARAH ISTILAH BAKAR KAPAL

Dalam sejarah Islam ada panglima perang yang memiliki strategi luar biasa. Panglima perang itu adalah Thariq Bin Ziyad yang pada tahun 97 H (sekitar tahun 710 Masehi) memimpin 7,000 pasukan Islam memasuki Spanyol yang dijaga oleh 25,000 pasukan pimpinan Raja Roderick.

Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah. Ia membakar kapal-kapal yang mengangkut pasukannya. Lalu ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang, dan tegas.

“Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya. Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada nasibku…”

Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya. Sehingga pada saat itu Thariq dan pasukannya berhasil menguasai Spanyol.

Kemudian strategi perang Thariq ini diajarkan secara turun temurun baik di dunia Islam maupun diluar Islam. Sekitar 800 tahun kemudian, kurang lebih sepuluh generasi setelah Islam masuk Spanyol, keturunan bangsa Spanyol yang bernama Hernando Cortez pun meniru strategi Thariq tersebut ketika ia memimpin ekspedisi untuk menaklukkan Mexico.

Hernando Cortez memimpin paskukannya dalam menaklukkan bangsa Aztecs untuk merebut emas dan harta-harta lainnya. Ia membakar 11 kapal yang membawa pasukannya mencapai daratan Mexico. Dengan demikian tidak ada pilihan untuk mundur, jalan hanya satu arah yaitu maju kedepan.

Hasil dari kebulatan tekat Hernando Cortez, sampai sekarang bahasa resmi yang dipakai di Mexico adalah bahasa Spanyol. Ini menunjukkan betapa berhasilnya Hernando Cortez meniru strategi Thariq Bin Ziyad dalam upaya menaklukkan Mexico yang menjadi jajahan Spanyol sampai beratus tahun kemudian.

Jika Hernando Cortez mampu menerapkan strategi perang bakar kapal yang dilakukan Thariq bin Ziyad, seharusnya kita pun mampu menerapkannya. Bukan untuk peperangan, tapi untuk menggapai cita-cita dan harapan kita, untuk meraih apa yang benar-benar ingin kita raih dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya.

Semoga bermanfaat.

/span>

11.2.17

BLITAR - Sebagai upaya untuk melestarikan sejarah perjuangan Pahlawan PETA (Pembela Tanah Air) dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajahan Jepang tanggal 14 februari 1945, Pemkot Blitar melalui Dinas Sosial (Dinsos) mengadakan berbagai acara pada bulan Pebruari 2017.
Neny Farida, S.Sos Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinsos Kota Blitar pada Rabu (08/02), mengatakan bahwa rangkaian kegiatan peringatan pemberontakan PETA memang selalu diagendakan setiap tahun.
/span>

30.7.14

samson - pria kuat dalam kisah lailatul qadar


Setiap tahun kita selalu memeperingati hari ini ketika ramadan tiba. Yaitu lailatul qadar, besaral dari manakah sejarah mula lailatul qadar itu, dimana tuhan melimpahkan rahmatnya hingga setara lebih dari 100 bulan?
Dari samson lah cerita itu berasal. Siapa samson?

Samson atau Simson, merupakan seorang nabi di dalam ajaran islam yang dikenal dengan nama Nabi
/span>

Asal muasal THR


THR semakin dekat, bagaimana sih awal cerita peryhitungan THR?
hitungan sederhananya dari berbagai sumber, adalah sebagai berikut:
semisal anda punya gaji 2 juta, maka dalam setahun dipastikan anda akan mendapat 24 juta.
2 juta perbulan sama halnya dengan 500rb per minggu, karena sebulan adalah 4 minggu. sementara dalam setahun ada 52 minggu, maka dapat dihitung 500rb x 52 mingggu = 26juta. jadi ada selisih 2jt tiap tahun. nha, 2 juta itulah yang di berikan sebagai THR... gmn? udah dapat dimengerti?

Namun jika kita menilik berdasarikan undang-undang maka penjelasannya adalah sebagai berikut.
/span>

14.5.14

Soekarno (1)



Dr.(HC) Ir. Soekarno - Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya/ namun banyak klaim dari warga Blitar yang menyatakan bahwa soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Bahkan, ia turut andil dalam upaya memerdekakan negara-negara
asia dan afrika.  Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia pada sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 (hari lahir Pancasila).
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya, berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas BesarAngkatan Darat, menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untukmengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannyasebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

/span>