SEJARAH KABUPATEN JEMBER
Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum, Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara
LOKANTARA
A. Jember itu Berarti Jembare Sumber
Sumber merupakan mata air kehidupan. Jroning urip ana urup, jroning urup ana urip kang sejati. Itulah rasa jati, sari rasa jati sarira sajati. Rasa tunggal, sari rasa tunggal, sarira satunggal. Naga sari tunggal, nagara satunggal. Jember adalah jembare, sebagaimana wejangan Begawan Tunggul Manik pada tanggal 1 Januari 1324.
Begawan Tunggul Manik termasuk guru spiritual Prabu Jayanegara, raja Majapahit yang memerintah tahun 1309 – 1328. Prabu Jayanegara seorang raja yang ber budi bawa laksana, mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil paramarta. Setiap sowan Begawan Tunggul Manik di Pertapan Hargopeni, Prabu Jayanegara selalu berusaha ngudi ngelmu, ngangsu kawruh. beliau belajar ilmu joyo kawijayan, guno kasantikan.
Pegunungan Iyang memang tempat leluhur raja Majapahit. Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit lahir dari seorang ibu, Dyah Iswari. Beliau putri Dahyang Padmamurti, seorang brahmana yang terkenal sakti mandraguna. Begawan Tunggul Manik meneruskan peguron Hargopeni di Pereng Gunung Iyang. Alumni peguron Hargopeni yang terkenal yaitu Empu Prapanca. Pujangga kraton Majapahit ini menyusun kitab Negara Kertagama.
Kedatangan Prabu Hayamwuruk ke Jember tahun 1356 bersama dengan Empu Prapanca dan Empu Tantular. Panitia penyambutan dipimpin oleh Akuwu Sukodono. Kunjungan raja Majapahit disambut dengan hati suka gembira. Seksi acara diurus oleh warga dari daerah Ajung, Ambulu, Arjasa, Bangsalsari, Balung, Gumukmas, Jelbuk. Seksi konsumsi diserahkan kepada warga Jenggawah, Jombang, Kalisat, Kaliwates, Kencong, Ledokombo. Mereka memberi hidangan khas suwar suwir, makanan tradisional Jember. Seksi transportasi dipegang oleh warga dari daerah Mayang, Mumbulsari, Panti, Wuluhan, Pakusari. Seksi akomodasi diserahkan pada warga dari daerah Patrang, Puger, Silo, Semboro.
Panitia bekerja dengan sepenuh hati. Kehadiran raja Majapahit merupakan bentuk kehormatan. Seksi among tamu dipercayakan kepada warga dari daerah Rambipuji, Sukorambi. Sedangkan bidang perlengkapan dikerjakan oleh warga dari daerah Sukowono, Sumberjambe, Sumbersari, Tanggul. Bidang keamanan ditangani oleh warga dari daerah Tempurejo dan Umbulan. Semua demi ngalap berkah pada raja Majapahit. Raja adalah wakil Tuhan di muka bumi.
Sosialisasi kesadaran hidup bermasyarakat kerajaan Majapahit dilakukan di daerah Silo pada tahun 1361. Bertindak sebagai narasumber yaitu Empu Tantular. Beliau memberi penyuluhan tentang arti penting toleransi atas tradisi keberagaman. Empu Tantular menulis kitab Sutasoma. Karya sastra ini memuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa. Artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Tradisi nyekar ke pertapan Hargopeni, Gunung Iyang tetap dilakukan oleh semua raja Majapahit. Prabu Putri Ratu Kencana Wungu memerintah kerajaan Majapahit 1427 – 1447. Beliau memimpin negara dengan bijak bestari. Wajahnya cantik jelita, ramah tamah, adil, merakyat, pemurah, suka menolong, berhati lembut, tegas, cerdas, cekatan, lincah. Ideal sekali memegang bang pengalum-alume praja. Ratu Kencono Wungu boleh dibilang mustikane putri, tetunggul widodari.
Seorang putri dari daerah Gumukmas bernama Wahitasari. Pada tahun 1435 Wahita menikah dengan Joko Umbaran. Kelak Joko Umbaran menjadi Bupati Blambangan yang amat terkenal. Atas inisiatif serta kerelaan Wahitasari. Joko Umbaran juga menikah dengan putri daerah Mayang. Namanya Diah Puyengan. Kedua putri Jember ini menjadi orang penting di Kadipaten Blambangan.
Joko Umbaran menjadi tokoh yang sangat dihormati di wilayah Blambangan, Bondowoso, Lumajang dan Jember. Beliau memiliki pusaka sakti, yaitu gada wesi kuning. Bila kena gada wesi kuning, gunung akan jugrug, segara akan asat. Betul sekali pada tahun 1339 terjadi kerusuhan di sepanjang Gunung Ijen. Ontran-ontran ini digerakkan oleh perguruan ilmu hitam. Di pimpin oleh Lembu Marcuet, dari daerah Klungkung. Dengan bersenjaga gada wesi kuning warisan Ki Ajar Pamengger, segera para perusuh dapat diringkus. Rakyat yang tinggal di sekitar Jember pun kembali ayem tentrem.
Wilayah yang berbukit-bukit cocok untuk meditasi. Prabu Wikrama Wardana pernah tapa kungkum di kali Bedadung. Patih Gajah Mada Narapati tapa ngeli di kali Bondoyudo. Mereka melakukan lara lapa tapa brata untuk mengasah ketajaman batin. Pembesar Majapahit biasa tapa ngidang, tapa ngalong, tapa ngrame, mbanyuora nggeniora. Pada pertengahan bulan Suro lelaku di perairan Watu Ulo.
Kegiatan spiritual di lereng Gunung Argopuro dilakukan oleh Prabu Mertawijaya pada tahun 1452. Raja Majapahit ini menikah dengan Anjasmara, putri Patih Logender. Anjasmara adalah adik kandung Layang Seta dan Layang Kumitir. Mereka pernah mengajari warga Pendalungan di daerah Sumbersari. Anjasmara percaya pada tata cara ngadi salira ngadi busana. Oleh karena itu Anjasmara kerap siram jamas di patirtan Pelemon, Tancak dan Rembangan. Jembare sumber menjadikan Jember mampu Jembare iber, yakni idealitas yang selaras dengan realitas.
B. Sumbere Panguripan yang Membuat Warga Jember Selalu Ayem Tentrem
Adipati Cakraningrat adalah Bupati Pamekasan Madura yang mempunyai jaringan luas di daerah Bang Wetan. Beliau cukup populer di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Probolinggo, Jember, Lumajang, Blambangan dan Bondowoso. Bahkan Adipati Cakraningrat berhubungan erat dengan Sinuwun Paku Buwono III, raja Karaton Surakarta Hadiningrat yang memerintah tahun 1749 – 1788.
Putri Adipati Cakraningrat bernama Raden Ajeng Sukaptinah atau Ratu Handoyowati. Beliau menikah dengan Raden Subadyo, putra Sinuwun Paku Buwana III. Kelak Raden Subadyo menjadi raja Surakarta dengan gelar Sinuwun Paku Buwana IV. Putri Bupati Pamekasan menjadi permaisuri. Perkawinan raja Surakarta dengan kadipaten Pamekasan mempererat hubungan Jawa Madura yang sangat kokoh. Madura adalah daerah penting bagi kerajaan Surakarta.
Atas usulan Adipati Cakraningrat dan restu Sinuwun Paku Buwono III, wilayah Jember mendapat pimpinan handal. Namanya Pangeran Danuningrat, seorang bangsawan Surabaya keturunan raja Surakarta dan Bupati Sumenep. Dengan demikian budaya Pendalungan memiliki akar kuat di daerah Jember. Pangeran Danuningrat memimpin daerah Jember tahun 1780 – 1812. Selama kepemimpinan Pangeran Danuningrat membawa rakyat Jember dalam suasana murah sandang pangan papan.
Pangeran Danuningrat setiap malam Selasa Kliwon menjalankan ritual di gisik Pasekan dan Gisik Bandealit. Mata batin Pangeran Danuningrat tajam sekali. Beliau biasa cegah dhahar lawan guling. Selama lelaku di wilayah segara kidul, Kanjeng Pangeran Danuningrat membawa sesaji ketan biru. Penguasa laut selatan memang menghendaki uba rampe yang terbuat dari ketan biru.
Ratu Handoyowati permaisuri raja Surakarta yang berasal dari Pamekasan Madura ini pada tahun 1802 datang ke daerah Jember. Beliau didampingi oleh Pangeran Danuningrat. Acaranya mengadakan pelatihan batik di daerah Ambulu. Pelatih didatangkan dari Laweyan Surakarta. Ibu-ibu di Jember diharapkan dapat mengembangkan usaha batik yang lebih maju. Pelatihan ini juga meliputi manajemen dan marketing.
Tahun 1803 Pangeran Danuningrat dan istrinya diundang untuk membawa rombongan di Kotagedhe. Mereka belajar kerajinan perak. Tim dari Jember ini juga belajar pembuatan kecap di Purwodadi Grobogan. Sebagian dikirim ke Lasem Rembang untuk belajar membuat trasi. Kegiatan ini untuk meningkatkan kekompakan masyarakat.
Pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, masyarakat Jember didukung untuk mengembangkan tanaman tembakau ini terjadi pada tahun 1847. Paku Buwono VII adalah anak kandung Ratu Handoyowati putri Bupati Pamekasan. Nama kecilnya yaitu Raden Malikis Sholikin. Lama hidup di Pamekasan Madura. Ketika menjadi raja, banyak warga Sampang, Bangkalan, Pamekasan dan Sumenep turut bekerja di Jember. Kehidupan warga Pendalungan di Jember sangat makmur. Fasilitas sandang pangan papan tercukupi sempurna.
Sinuwun Paku Buwono VII juga pernah berlayar sampai pulau Nusa Barong. Tentu saja dengan pengawalan yang sangat ketat. Paku Buwono VII yang berdarah Jawa dan Madura ini ahli hukum, tata negara, sejarah, budaya dan sastra. Kunjungan kali ini juga mengajak pujangga Kraton Surakarta, Raden Ngabehi Ranggawarsita. Beliau berkenan mbabar kawruh tentang tanda-tanda jaman. Raden Ranggawarsita. Beliau berkenan mbabar kawruh tentang tanda-tanda jaman. Raden Ranggawasita memang pujangga waskitha ngerti sakdurunge winarah.
Kemajuan Jember tahun 1882 dengan ditandai oleh pembangunan jalur kereta api. Pada tahun 1884 Sinuwun Paku Buwono IX meninjau pembangunan stasiun Tanggul dan Jember. Sedangkan peresmian stasiun Jemberlor Patrang terjadi pada tanggal 1 Juni 1897. Berkenan hadir Sinuwun Paku Buwono X. Pembangunan rel kereta api ini melancarkan roda ekonomi Jember.
Status daerah Jember menjadi kabupaten otonom terjadi pada tanggal 1 Januari 1929. Sinuwun Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat meresmikan berdirinya kabupaten Jember. Pejabat Bupati Jember diserahkan kepada Kanjeng Raden Tumenggung Noto Hadinegoro. Surat keputusan ini diserahkan oleh Patih Sosrodiningrat. Kabupaten Jember semakin arum kuncara ngejayeng jagad raya. Jember terbukti sebagai yang memiliki jembaring sumber.
C. Para Bupati Jember yang Selalu Mengabdi Kepada Bangsa dan Negara
1. Noto Hadinegoro 1929 – 1942
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
2. Boedihardjo 1942 – 1943
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
3. R. Soedarman 1943 – 1947
Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.
4. Roekmoroto 1947 – 1950
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
5. R. Soekarto 1950 – 1957
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
6. R. Soedjarwo 1957 – 1959
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
7. M. Djojosoemardjo 1959 – 1961
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
8. R. Soedjarwo 1961 – 1964
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
9. R. Oetomo 1964 – 1967
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
10. Husein Dipotruno 1967 – 1968
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
11. Letkol Abdul Hadi 1968 – 1979
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
12. Letkol Supono 1979 – 1984
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
13. Suryadi Setyawan 1984 – 1989
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
14. Kol. Priyanto Wibowo 1989 – 1994
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
15. Winarno 1994 – 2000
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
16. Drs. Samsul Hadi Siswoyo 2000 – 2005
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
17. Ir. Djalal 2005 – 2010
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
18. Dr. Farida 2016 – 2021
Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sholawat Wangsulan
Awak-awak wangsulana, pitakonku marang sira
sapa ngendi sira iku, menyang ngendi tujuanmu
mara coba titenana,
sira urip neng alam donya.
donya alam kerameyan, isine apus-apusan
dulur-dulur sami sambang, tangise kaya wong nembang
gelem ngaji arang-arang, tandhane imane kurang
Santri di kawasan Jember kerap melantunkan syair puji pujian. Singiran sebagai salah satu karya pustaka bercorak pesantren menarik sekali dijadikan objek penelitian. Singiran pesantren sebagai sarana tontonan tuntunan dan tatanan.
Pengajaran etika riligius ini masuk golongan sastra piwulang. Selama ini karya pustaka pesantren begitu sering mendapat perhatian selayaknya. Pesantren memiliki pengalaman yang panjang, sebagaimana jembaring sumber di wilayah Jember.
Sastra religius yang berkembang di pesantren biasanya berisi soal-soal keimanan, peribadatan dan akhlakul karimah. Contoh syair karangan para Kyai pengasuh Pondok pesantren di Kabupaten Jember. Singiran religius untuk membina budi pekerti atau akhlakul karimah di kalangan generasi muda. Para taruna dadi kekudangane bangsa.
Ditulis oleh Dr. Purwadi, M.Hum, 10 Juli 2020
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta, HP 0878 6440 4347
/span>