16.2.19

CINTA DUA KODI

*BELAJAR DARI FILM BUNDA CINTA DUA KODI, TERNYATA KUNCI LANGGENGNYA RUMAH TANGGA ITU BUKAN KOMUNIKASI*
@Saiful Islam

Mark Manson, penulis dan blogger internasional menulis sebuah postingan yang sempat viral di akhir tahun kemarin, dan sampai ia diwawancarai Business Insider. Berawal dari Mark yang ingin melangsungkan pernikahan, sebagai persiapan mental ia mencoba meminta nasehat pernikahan kepada ribuan followernya. Ia menanyakan Bagaimana menjalin hubungan pernikahan yang langgeng dan penuh kebahagiaan.

Ada 1500 orang yang merespon pertanyaan Mark. Dan ini adalah contoh betapa kerennya dunia online jika dimanfaatkan secara positif. Ia bisa mengumpulkan kebijaksanaan dari ribuan orang dan mengolahnya menjadi sebuah nasehat yang sangat bermanfaat. Istilah di kampung tetangga Saya namanya "Human Wisdom Crowdsourcing" atau bagaimana menghimpun kebijaksanaan dari khalayak.

Yang menarik dari data yang dikumpulkan oleh Mark adalah dari 1500 orang yang merespond emailnya dan memberikan nasehat, ternyata tidak 100% sukses dalam membina rumah tangganya. Sepertiga dari respon email itu adalah dari mereka yang rumah tangganya kandas dan berakhir dengan perceraian.
Lhah terus kenapa yang gagal ikut-ikutan kasih nasehat? Bukannya nanti malah bikin rumah tangga si Mark tambah runyam.

Bukan nasehat tirulah apa yang kami lakukan, tapi jangan sampe seperti kami, rumah tangga kami berakhir dengan perceraian. Ia ingin sharing Lesson Learned atau pelajaran berharga yang mereka dapat selama membina rumah tangga. Jangan sampai kamu melakukan kesalahan seperti kami Mark. Istilahnya mereka sharing tentang DON'T nya.
Baik ya orang-orang ini. Katakanlah meskipun mereka ini termasuk orang-orang gagal tapi mereka masih mau sharing sesuatu yang baik, biar yang seterusnya gak ikutan gagal kaya mereka.

Kadang kalo dikalangan kita sendiri kan agak aneh. Jika kita gagal kita diem aja, pas ngeliat ada orang yang terindikasi mau salah ky kita, kita juga diem. Sampai akhirnya orang lain nyebur juga ke lubang yg sama ky kita mereka bilang dengan menyeringai ky di sinetron-sinetron.. He he he..akhirnya ada temennya, lu pikir gampang bina rumah tangga. Asli juaahattt banget orang-orang kayak gini. Jauh lebih jahat dari Rangga yang ninggalin Cinta dalam ratusan purnama.

Sedikit nyimpang dari sini. Ini juga berlaku loh buat para entreprenuers. Ketika kita gagal bukan berarti kita tidak punya sesuatu yang berharga untuk dibagi. Kita bisa membantu cegah orang lain untuk terjebak dan terjatuh di lubang kegagalan yang sama. Hanya dengan sharing cerita, itu juga menjadi jariyah juga buat kita. Jadi ingat buku 7 Kesalahan Fatal Pengusahan Pemulanya Kang Dewa Eka Prayoga.

Kembali ke data orang yang gagal tadi.
Mark menggaris bawahi bahwa mereka yang bercerai ini menganggap bahwa mereka bermasalah dalam KOMUNIKASI. Dan mereka ingin memperbaikinya. Dia berpesan kepada Mark, "komunikasi adalah KOENTJI". Jika kamu gagal menjalin komunikasi maka dipastikan rumah tanggamu akan langgeng.

Terus bagaimana dengan 1000 pasangan sisanya yang masih mampu mempertahankan biduk rumah tangganya sampai puluhan tahun dan tetap bahagia.

Yang sangat menarik adalah dari kelompok yang BERHASIL dan awet sampe saat ini, menuliskan bahwa resep kelanggengan rumah tangga mereka BUKANLAH KOMUNIKASI. Kami juga sering bermasalah dengan komunikasi katanya. Kami juga sering miskomunikasi, misunderstanding atau salah paham, melakukan banyak asumsi yang salah tentang pasangan, dan bahkan sering berselisih. Diem-dieman lama alias puasa bicara juga pernah.
Tapi kami tetap awet.

Si Mark kaget dan mencelos hatinya..yaelah lebai. Ini kenapa bertolak belakang sama pelajaran yang dikasih sama mereka yang cerai tadi. Kenapa? oh kenapa?..sambil teriak garuk-garuk tembok..(sinetron banget)

Mark memperdalam pertanyaannya, jika bukan komunikasi, terus apa yang membuat kalian tetap bertahan dan mencintai pasangan Anda sampai sekarang.
RESPECT adalah KOENTJI. Saling menghormati adalah kuncinya kata mereka.
RESPECT is beyond communication. Respek itu ada diatas komunikasi.

Kami juga sering berselisih, berbeda pendapat, salah paham, berbeda keinginan. Namun kami saling menghormati satu sama lain. Karena respek kepada pasangan, kami jadi lebih berhati-hati dalam berkomunikasi. Menjaga jangan sampe saling menyakiti. Sesekali kita juga kelepasan dan berantem, tapi kami respek kepada komitmen kami, dan akhirnya kami memilih saling meminta maaf. Gak sampe lempar-lemparan rudal apalagi saling lempar kopi bersianida.

Karena RESPEK kami sepakat untuk mendelete kata CERAI dari kamus kami, biar tidak sampai terlontarkan.

Nah ada pelajaran lagi nih.. jangan langsung menelan mentah-mentah nasehat dari orang yang gagal. Karena bisa jadi mereka sendiri belum bisa menjelaskan kenapa mereka gagal. Mereka ternyata masih sampai level KOMUNIKASI, padahal ada satu tangga lagi diatasnya komunikasi. Yakni RESPECT.

Gara-gara baca tulisan yang diulas Mark Manson di Business Insider ini, Sy jadi langsung keinget sama film nya Kang Rendy Saputra yang kita tonton berdua minggu kemarin, BUNDA Kisah Cinta 2 Kodi.
Film debutnya Inspira Pictures yang memang konsen dan serius untuk menebar manfaat.

Film yang kurang ajar banget karena banyak scene yang menguras air mata dan bikin mata sembab.
Terakhir kali Sy nangis di bioskop itu pas nonton film Cek Toko Sebelah (CTS)-nya si Ernest Prakasa. Mata berkaca-kaca dan air mata sempat tumpah dan deleweran kemana-mana. Film ini juga sama-sama bercerita tentang berharganya sebuah keluarga.

Tapi film Bunda ini lebih parah ketimbang ketimbang si CTS. Kalo di CTS, scene-scene mellow yang menguras air mata masih bisa dideteksi dan diantisipasi. Jadi pas ada tanda-tanda adegan sedih mau datang kita, bisa ngalihkan buka Facebook, baca WA atau ngelap-ngelap kursi  untuk meminimalkan efek mellow nya.

Film Bunda ini agak 'gak sopan' menurut saya. Scene-scene mellow nya gak bisa terdeteksi dan berceceran dibanyak adegan. Ibarat film horor, ini hantu sama sekali gak bisa ditebak kapan munculnya. Baru siap-siap mau merem, hantunya udah muncul duluan. Belum ilang kaget dari scene sebelumya eh udah nongol lagi setannya. Meskipun sudah dibacain ayat kursi itu hantu juga susah ditertibkan. ya iya laah Mas itu kan film, bukan jin beneran.

Film Bunda ini mirip-mirip. Seringkali gak kedeteksi kalo itu scene sedih atau bukan. Kayanya datar-datar aja dialognya, eh tau-tau pipi sudah basah aja. Bahkan ada yang sampe kejilat masuk bareng caramelnya pop corn. Jadi manis-manis asin gimana gitu. he he

Apesnya pas nobar kemarin gak sempat beli tissue. Habis itu nobar di Malang jam 9.30 sudah diminta datang ke bioskop. Jam 9 masih mandiin bayi, belum sarapan dan perjalanan ke bioskop. Untungnya masih kekejar dan ketinggalan sedetikpun. Dapet deh semua scene meweknya mulai depan sampe akhir.
Untungnya dapat bangku paling atas, jadi gak ketauan kalo mata merah dan sembab karena keluarnya kita belakangan.

Di film ini, kita paham benar bagaimana RESPEK itu lebih dikedepankan ketimbang sekedar komunikasi.

Momen ketika Ayah Farid dengan teganya melontarkan kata 'Gugurkan..' ini adalah contoh ketika RESPEK itu belum hadir.
Begitu juga Bunda Tika yang langsung merespon dengan mengusir Ayah Farid.

Pas Bunda Tika memarahi Ayah Farid didepan umum itu juga contoh belum lahirnya RESPEK.
Begitu juga ketika Bunda Tika berani menjudge Ayah Farid seolah-olah ia tidak berdaya dan tidak berkontribusi juga contoh belum adanya RESPEK.
Ketika Bunda memaksakan cara belajarnya kepada kakak Alda dan memarahi Kak Alda didepan teman-teman dan wali murid yang lain juga adalah momen ketika RESPEK itu hilang.

Respek adalah menghormati
Respek adalah mengesampingkan ego
Respek adalah mau mendengarkan dan menahan ketika berbicara
Respek adalah menenangkan dan mendinginkan
Respek adalah menghormati hubungan
Respek adalah saling menutup aib pasangan
Respek adalah saling membantu dan menguatkan
Respek adalah wujud cinta dan sayang kita

RESPEK itu muncul ketika mereka memutuskan mengesampingkan ego dan mau mendengarkan. Mau belajar dari pengalaman, dan percaya kalo masing-masing memiliki keinginan kuat untuk bersatu.

Ketika RESPEK hadir, itulah momen ketika serpihan-serpihan rumah tangga itu terajut kembali.
Perlahan tapi pasti kebahagiaan di keluarga kecil itu hadir kembali.

Film Bunda, Kisah Cinta Dua Kodi dengan tanpa menggurui mengajarkan ke kita, bahwa RESPECT adalah KOENTJI untuk mempertahankan rumah tangga kita.

Esensi dalam film Bunda ini bukan hanya resep untuk langgengnya rumah tangga.
RESPEK dibutuhkan juga dalam berbisnis.

Leader respek  terhadap bawahannya dan begitu juga sebaliknya.
Masing-masing perlu belajar untuk menjaga RESPECT agar tidak saling mencederai dan bisa saling menguatkan. Ketika terjadi cedera pun masing-masing bisa saling berusaha menyembuhkan. Bukan malah membubuhkan garam yang semakin menambah perih dan parahnya luka.

Semoga makin banyak lagi film-film berkualitas yang menginspirasi seperti Bunda Kisah Cinta Dua Kodi.
Jujur saja, untuk sebuah film debut, pencapaian Kang Rendy Saputra dengan Inspira Pictures sudah sangat luar biasa. Dengan pelajaran dari film pertama ini, ditambah persiapan yang jauh lebih matang di film-film berikutnya, Insya Allah akan lahir film-film yang bukan hanya berkualitas dan mendidik, namun juga mampu memecahkan rekor film box office nya Indonesia dan mencapai milestone 10 juta penonton.

Film yang bisa menjadi aset dan kebanggaan bangsa. Bukan hanya mendidik dan mencerdaskan, tapi juga menguntungkan dari sisi binis.

Semoga juga film ini bisa jadi film lebaran seperti film warkop DKI atau Home Alone nya Macaulay Culkin yang tetep diputar disaat natal sampe sekarang.

Thanks Kang Rendy dan Inspira yang sudah menginspirasi Indonesia.

Pengen belajar nulis copywriting seperti ini, yuk belajar bareng tekniknya di kelas Inbound Marketing. Kelas digital marketing paling komplit di Indonesia dengan harga yg paling terjangkau.
Cek materi keren apa aja yang teman-teman bakalan dapatkan di http://inboundmarketer.id

Salam Sukses Mulia,
Saiful Islam

/span>

14.2.19

Kritik Monumen Potlot : opini

*Sungging Poernomo Putro.*
            
  *"PEMBERONTAKAN PETA BLITAR"*

      Menjelang Hari Pemberontakan PETA BLITAR, 14 Februari setiap tahun, selalu digelar Drama kolosal yg diikuti para Pelajar dan Mahasiswa untuk dipentaskan di Plaza Monumen Pemberontakan PETA garapan Bondan Widodo group yg sangat Heroik itu.

   Kebetulan kali ini penulis sedang menjenguk Beliau yang sudah hampir 2 minggu kesehatannya bermasalah.

   Meski begitu tokoh yang satu ini selalu tetap semangat kalau diajak ngobrol tentang Perjoangan, wawasannya luas, analisanya tajam, polos, obyektif  dan mengalir.
Apa komentarnya...? Berikut penuturannya..

"Api Revolusi di Bumi Pertiwi" judul yang dipakai dibanner itu tidaak salah, cuma jadi kabuur ya !

Seharusnya tetap saja *PEMBERONTSKAN PETA BLITAR*, biar Monumental gitu loo... Kenapa sih alergi dengan kata PEMBERONTAKAN ?

Dulu dijaman Orba sempat beberapa tokoh ingin ganti istilah Pemberontakan dengan Perlawanan, beda banget tu... Jadi dangkal, kembalikan yang orisinil ajalaah!

Ingat dengan Peristiwa Pemberontakan Peta di kota Blitar itu jadi pemantik berkobarnya Revolusi Kemerdekaan di Indonesia.
Bayangkan hanya dalam tempo 6 bulan 3 hari dari Peristiwa itu, Revolusi Indonesia menghasilkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945, kan lua..r biasa itu.

Meski Pemberontakan itu hanya inisiatif beberapa pemuda dan praktiknya gagal total, namun gaungnya.. ya gaungnya terdengar sampai Asia Timur Raya dan membuat Pemerintah Dai Nipon dipermalukan dunia Internasional.
Ingat satu satunya Tentara bentukan Dai Nipon yang berani beronntak secara frontal, progresif dan Revolusioner itu ya cuma mBlitaar.

Drama yang saya tahu dulu di ditulis dan disutradarai oleh Wiekanto M Noor guruku, kini mengalami banyak  distorsi, he he..

Kebanyakan klenik dan terkesan konyol. Inovasi itu bagus tapi tidak boleh mengalami distorsi...

Aku dah beberapa kali ingatkan Redi Wisono yang beberapa tahun ini dipercaya untuk garap drama itu, apa kataku ..
."Re..d tolong kurangi kleniknya... tampilkan peran Bung Karno walau sebentar. Jangan tokoh lain yang lebih mendominir.
Ingat loo ...Peta itu buatan Bung Karno, dari *"Poetera"*  (Pusat Tenaga Rakyat) Bung Karno selaku Ketuanya mengusulkan pada pemerintah pendudukan Dai Nipon untuk membentuk Peta dan itu disambut baik oleh Dai Nipon.
Untuk apa..?
Agar saat Indonesia Merdeka, Indonesia nantnya punya Tentara yang telah terlatih.
"Lepas dari drama itu tadi, terus terang saya kecewa dengan pemeliharaan Monumen itu...,  tertutup pedagang kaki 5! Gak bisa pa dialihkaan! Pembangunan itu  telah memakan energi yg  luar biasa bagi kami, dananya sangat sedikit, aku g sebutin ya..., tapi hanya sebesar anggaran satu kelas gedung sekolah yang standrt  kira kira... Temponya jg sangat singkat, hanya 3 bulan, bayangkan nambah 6 patung segede itu cuma 3 bulan, dan bukan tipe Bondan kalau kerja cuma main perintah,. Saya terjun langsung dibantu 3 orang, Arik, Yasin dan Edi satu temanku SMP dan terakhir mas Amang bantu sedikit. Aku kerja 18 jam perhari tanpa kenal hari libur dan hari Minggu. Membangun itu susah tapi memelihara jauh lebih susah. Masak sih yang dulu warnanya kita buat PERUNGGU kini diganti seperti cat GENTENG, AMATIR LAGI...! Gak usah dihubungkan dengan politiklaah dengan  dicat kemerah merahan. Itu kita buat warna Perunggu biar kelihatan exlusif gitu looo...! Kalau dicat genteng waduuuh rohnya jd hilang melayang dan yang pasti jadi JELEK SEKALI. Padahal Bondan kan masih hidup, tolonglah Pejabat ngerti dan sedikit menghargai seniman, jangan asal bikin Proyek aja, Aku loo ya wong Pemkot juga, masak kalo dijadikan konsultan gitu aku minta dui..t? " dimintai masukan gitu aj menurutku sudah suatu penghormatankok,  capek de...h ! ( sambil mengerutkan kening mengakhiri pembicaraannya)

/span>

11.2.19

PENGELOLAAN KRISIS EKOSISTEM


Kompas, 11/2/2019.

By HK

PERDEBATAN MENGENAI PANGAN, ENERGI, SUMBER DAYA ALAM, LINGKUNGAN HIDUP ATAUPUN INFRASTRUKTUR DALAM DEBAT KEDUA CAPRES-CAWAPRES, MESTINYA DAPAT MENJADI DASAR TINJAUAN PENDEKATAN PEMBANGUNAN.

Itu karena, di satu sisi, kelima sektor yang akan dibahas terkait erat dengan persoalan nyata yang dialami masyarakat luas. Di sisi lain, masalahnya saling terkait dan upaya pemecahan masalah seperti itu perlu diletakkan pada titik keseimbangan antara manfaat ekonomi, kesejahteraan sosial, maupun fungsi lingkungan hidup. Dan dalam prakteknya, tergantung pada keputusan-keputusan politik.

Dari skala perjalanan panjang pembangunan ekonomi, situasi saat ini menempatkan kelima sektor itu sedang berada di tengah-tengah himpitan bencana alam, serta masih adanya ketimpangan penguasaan SDA, juga semakin menipisnya lahan/sumber pangan andalan. Statistik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 20.041 kejadian bencana alam pada periode 2009—2019, dengan jumlah tahunan semakin meningkat.

Dari seluruh kejadian itu, 13.540 kejadian diantaranya berupa banjir, longsor, kekeringan, serta kebakaran hutan dan lahan dan telah merusak 12.725 km jalan dan 804.608 Ha sawah. Laporan terbaru Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Pengurangan Resiko Bencana (UNISDR) juga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah korban jiwa akibat bencana alam tertinggi di dunia sepanjang 2018. Dari total 10.373 korban jiwa di seluruh dunia, sebanyak 4.535 orang diantaranya dari Indonesia (Kompas, 3/2/2019). Kenyataan seperti itu menjadi petunjuk kuat pentingnya pergeseran strategi pembangunan, dalam hal ini dengan memperkuat pelaksanaan pendekatan ekosistem yang telah mengalami krisis.

PENDEKATAN EKOSISTEM

Konsep pendekatan ekosistem mengarahkan kita untuk mengakui betapa besarnya kehidupan manusia bergantung pada fungsi gabungan adanya tanaman, hewan, tanah, air, serta nutrisi untuk produksi makanan, maupun ekosistem untuk pengaturan sumber daya iklim dan air, untuk estetika dan nilai-nilai spiritual, serta untuk proses pendukung kehidupan dasar seperti fotosintesis maupun pembentukan tanah. Pendekatan itu memberi penilaian manfaat ekosistem ke dalam empat kategori.

Pertama, sebagai pengatur layanan yaitu manfaat yang diperoleh manusia dari proses ekosistem, seperti kualitas udara, iklim, air, erosi, limbah, penyakit, hama, penyerbukan, maupun terjadinya bencana alam. Kedua, layanan penyediaan yaitu produk langsung yang kita peroleh, seperti makanan, serat, bahan bakar, serta air. Ketiga, layanan kultural yang bersifat non-material, seperti pendidikan, nilai-nilai spiritual, maupun rekreasi. Keempat, layanan pendukung yaitu proses tidak langsung atau jangka panjang untuk produksi tiga kategori layanan sebelumnya, seperti pembentukan tanah, fotosintesis, maupun siklus hara (Millenium Ecosystem Assessment/MEA, 2005).

Pendekatan MEA itu umumnya sejalan dengan layanan ekosistem sebagai ruang hidup masyarakat adat dan lokal di Indonesia. Dari analisis 88 laporan grantee Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) periode 2012-2017, diketahui terdapat 174 jenis barang dan jasa lingkungan yang telah dimanfaatkan. Ketersediaan ragam komoditi itu memungkinkan memenuhi kebutuhan antar waktu. Ketersediaan barang dapat dipenuhi dari 157 jenis, dengan lebih banyak untuk pemanfaatan jangka pendek. Sedangkan pemanfaatan jasa, dari 17 jenis lebih untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang.

Kondisi itu umumnya mendukung kemandirian ekonomi, karena variasi pemanfaatan SDA juga memungkinkan keberlanjutan pasokannya. Perlu pula dicatat bahwa semua itu berjalan di dalam wadah sosial-budaya masyarakat dan bukan hanya berdasarkan motivasi komersial. Sejumlah kegiatan yang diwadahi sosial-budaya masyarakat, misalnya: pengaturan pemanfaatan SDA, perlindungan dan konservasi SDA, mengendalikan perilaku satwa liar, pengetahuan manfaat jenis-jenis tumbuhan obat, kerajinan tangan, wisata bahari, kebiasaan bergotong-royong, konsumsi pangan lokal, pengolahan perikanan laut, identifikasi kualitas benih, proses untuk mencapai kesepakatan.

Apabila pendekatan ekosistem tersebut digunakan untuk mengintegrasikan arah pembangunan kelima sektor di atas, kritik akan hadir karena pendekatan sektor dianggap selalu hanya memilih sifat-sifat komoditas paling unggul bagi manusia, sambil mengabaikan komoditas lainnya. Setiap komoditas diasumsikan berdiri sendiri tanpa ada keterkaitan dan ketergantungan satu dengan lainnya. Dan asumsi itu tetap dipegang sebagai dasar pembenaran eksploitasi SDA, atas hasil kalkulasi kerugian dan resiko “by design” dikecilkan, karena hilangnya keempat bentuk layanan ekosistem seperti diuraikan di atas, diabaikan.

Itulah mengapa konversi hutan alam primer misalnya, menjadi hutan tanaman, kebun monokultur, tambang, selalu dianggap lebih menguntungkan, tanpa mengakui bahwa itu disebabkan nilai-nilai ekosistem yang hilang ditangggung oleh masyarakat luas. Pekebun kelapa sawit yang sedang mempertahankan dan menjaga hutan konservasi bernilai tinggi (high conservation value forest/HCVF) di lokasi HGUnya, bahkan masih ada pemberi HGU yang menganggap upaya seperti itu sebagai perbuatan menelantarkan HGU menjadi lahan tidak produktif.

Oleh karena itu, dari tinjauan pendekatan ekosistem, memperdebatkan pembangunan kelima sektor di atas, semestinya bukan hanya untuk mencari jawaban terbaik atas persoalan masing-masing sektor, tetapi juga perlu menjawab bagaimana cara melakukan transformasi pembangunan dari pendekatan sektoral menuju pendekatan ekosistem dimaksud. Pendekatan ekosistem dalam pembangunan itu sendiri sudah ditetapkan dalam Undang-undang No 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan sebutan pendekatan ekoregion.

POLITIK PENATAAN RUANG

Dengan mengabaikan saling ketergantungan semua komoditas di dalam suatu ekosistem, pengelolaan secara parsial terhadap energi, pangan, bahan tambang, kebun, maupun materi alam lainnya, sejauh ini menunjukkan kekeliruan substansial dalam design pembiaran terjadinya trade off. Investasi pemanfaatan SDA cenderung mengorbankan daya dukung lingkungan di satu sisi, dan di sisi lain dapat menjadi penyebab kemiskinan. Apabila dikaitkan dengan pangan, kemiskinan itu akibat produktivitas menurun maupun alih fungsi atau hilangnya lahan pangan masyarakat.

Beberapa laporan Statistik Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) serta hasil wawancara dengan pimpinan daerah terkait pemberian penghargaan Nirwasita Tantra (Green Leadership) akhir tahun lalu, mengonfirmasi trade off dan terjadinya alih fungsi lahan pangan tersebut. Di Sumatera Barat alih fungsi lahan pangan menjadi pertambangan periode 2011-2017 seluas 45.487 Ha, untuk industri 14.682 Ha dan untuk perkebunan 605.416 Ha. Di Bali pada 2015/2016 perubahan lahan pangan menjadi pemukiman sekitar 400 Ha, sedangkan pada 2016/2017 sekitar 1.000 Ha. Sistem perairan Subak pada 1997 sekitar 3.000 unit, awal 2018 menjadi hanya 1.612 unit, yang juga menunjukkan hilangya modal sosial pengaturan air pertanian itu.

Di Jawa Tengah, dari lahan pertanian seluas 884.933 Ha, pada 2015 diubah menjadi lokasi industri 7,28 Ha, pemukiman 510,11 Ha, lahan terbuka 343,16 Ha, pasir darat 178,18 Ha, serta tambak 6,74 Ha. Sementara itu di Wonogiri, pada 2015, lahan pertanian menjadi industri dan pertambangan serta fasilitas sosial dan umum seluas 10,1 Ha, pada 2016 seluas 7,38 Ha, dan pada 2017 seluas 12,3 Ha. Dalam kondisi serupa, alih fungsi lahan pangan di Tasikmalaya juga dilaporkan menyebabkan persoalan ketahanan pangan, degradasi kualitas lingkungan, bencana longsor dan hilangnya keindahan alam untuk wisata.

Sejauh ini, lahan pangan yang sangat penting bagi kehidupan dan keseimbangan ekosistem pedesaan, semakin menjadi target usaha komersial. Para petani umumnya belum mendapat perlindungan untuk mempertahankan tanah mereka dan harus berspekulasi terhadap pilihan menjual atau mempertahankan, karena hasil bertani dari tanah itu semakin tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup. Itu artinya penataan ruang masih terbatas berfungsi pada tataran konseptual menjamin kepastian ruang hidup, tetapi pada tataran praksis belum mampu sebagai alat kendali yang sesungguhnya.

Dalam publikasi "The Scramble for Land Rights: Reducing Inequity between Communities and Companies" oleh Laura Notess, dkk (2018) disebut bahwa dengan semakin terbukanya persaingan penguasaan tanah, telah mendorong usaha swasta besar masuk ke wilayah kelola masyarakat pedesaan. Rakyat miskin, walaupun tanahnya menjadi sumber utama ekonomi keluarga, karena mahal memperoleh sertifikat/legalitas serta produktivitas tanah yang terus menurun termasuk akibat hilangnya sumber-sumber air pertanian, terpaksa melepas tanah leluhur mereka. Dalam waktu yang sama, perusahaan kaya dengan koneksi politik yang kuat, cepat memperoleh dan mengamankan hak-hak atas tanah yang sama.

Pertanyaannya, bagaimana strategi politik untuk menguatkan dan melindungi hak-hak petani atas lahan-lahan pangan, sekaligus jaminan lingkungan hidup yang dapat menjaga sumber-sumber air pertanian serta infrastruktur ekonomi yang memungkinkan keuntungan layak dapat diterima petani? Dalam tinjauan ini, kinerja penataan ruang nasional harus dapat dicerminkan oleh kepastian ruang hidup di tingkat lokal. Itu berarti juga terkait dengan persoalan birokrasi perizinan serta korupsi pemanfaatan SDA yang menjadi akar persoalan pelanggaran tata ruang.

PENUTUP

Agar pendekatan ekosistem dapat dijalankan, selain diperlukan strategi transformasi pembangunan sektoral, juga diperlukan kemauan politik untuk meminimumkan terjadinya trade off yang, pada lingkup pembahasan ini, berujung pada hilangnya perlindungan bagi warga petani untuk mempertahankan lahan sumber pangan. Itu berarti diperlukan pula inovasi untuk memperbaiki fungsi dan tugas lembaga-lembaga pemerintahan yang kini umumnya memiliki pola pikir kurang mendukung dijalankannya pendekatan ekosistem itu ●

/span>

7.2.19

Kasus, gantung diri

*Orang gantung diri di Jalan krantil no. GG. 06 rw 03 rt 04 kel Sukorejo kec sukorejo kota blitar*

Selamat pagi Komandan mohon ijin melaporkan telah adanya orang gantung diri di Jl. Krantil Gg 06 Rt 04 Rw 03 Kel / Kec. Sukorejo Kota Blitar 

WAKTU KEJADIAN :
Diketahui pada hari Kamis tanggal 07 Pebruari 2019  sekira jam 22.30 Wib

*LOKASI*
Di dalam  rumah tepatnya di teras lantai dua /loteng milik sdr.SISWANTO  di  Jl. Krantil Gg 6 Rt 04 Rw 03 Kel / Kec Sukorejo Kota Blitar
Identitas Korban Nama :
EKO, lk, umur sekitar 30 tahun, swasta, islam, alamat. Jl. Kerantil Gg 06 Rt 04 Rw 03 Kel. / Kec. Sukorejo Kota Blitar.

KONDISI  KORBAN :
Pada saat ditemukan posisi korban menggantung  di teras lantai dua/ loteng dalam keadaan meningal dunia.

SAKSI – SAKSI :
a. Nama :SUKIRMAN,lk,47 th,Swasta, alamat. Jl. Kerantil Gg 06 Rt 04 Rw 03 Kel. / Kec.Sukorejo Kota Blitar.
b . Nama :SUWONO,Lk,46 th,Islam, swasta, alamat. Jl. Kerantil Rt 04 Rw 03 Kel. / Kec.Sukorejo Kota Blitar
c. Nama : LINDA HARINI, Pr, 30 Th, Islam, Swasta, Almat Jln Kerantil Gg 06 Rt 04 Rw 03 Kel/Kec Sukorejo Kota Blitar (Istri korban)

KRONOLOGIS KEJADIAN sbb:
Pada hari Kamis, tanggal 7 Pebruari 2019 sekira jam 22.30 istri korban ( Linda Rini ) memanggil  suaminya/ korban yg sedang berada di lantai dua/ loteng namun tidak ada jawaban dari suami/korban sehingga istri korban curiga karena di lantai dua belum ada lampu / gelap. Selanjutnya istri korban mengajak Sdr.Sukirman dan Sdr.Suwono ketua RT untuk menemani melihat suaminya/ korban di lantai dua / loteng dgn membawa lampu penerangan berupa senter. Pada saat itu istri korban dan saksi melihat korban sudah  dalam keadaan menggantung di kayu teras lantai dua/loteng, dalam keadaan meninggal dunia atas kejadian tersebut istri korban melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Sukorejo.
Kondisi yang ditemukan pada tubuh korban :
1. Korban menggantung di lantai dua/ loteng dgn mengunakan kain panjang/ jarik
2. Korban TDK memakai baju dan hanya memakai celana jeans 3/4 warna biru.
3. Dari kelamin korban mengeluarkan sperma, dan dari dubur mengeluarkan kotoran.
4. Tidak di temukan adanya tanda tanda kekerasan pada tubuh korban.
5. Rumah atau tempat kejadian adalah milik kakak korban yg bernama SISWANTO.
Setelah diturunkan dari gantungan bunuhdiri  Korban dibawa ke keluarganya di kel tanjungsari Dan di makamkan di tanjungsari

Demikian yg saya dapatkan.
Foto terlampir

/span>